Silsilah keturunan Nabi Muhammad baik dari pihak ayah maupun
ibu, merupakan keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim, yakni pada Keturunannya yang
bernama Adnan. Ada juga yang meriwayatkan Nabi Ismail adalah nenek yang ke-30
bagi Nabi Muhammad.
Ketika Abdullah bin Abdul Muthalib belum dilahirkan, Abdul
Muthollib bernazar bahwa jika anaknya laki-laki ada sepuluh orang, maka salah
seorang dari mereka akan dijadikan kurban di muka berhala Kabah. Hingga genaplah sepuluh orang anaknya,
namun anak kesepuluh ini diberi nama Abdullah, ‘Hamba Allah’, berlainan sekali
dengan nama saudaranya yang lain. Diantaranya seperti Abdul Uzza, Abdu Manaf,
dsb.
Saat Abdulah berumur beberapa tahun, Abdul Muthallib
mengumpulkan semua anak lelakinya untuk mengundi siapa yang akan
disembelih. Undian jatuhlah pada
Abdullah, padahal dia seorang rupawan, paling muda dan paling Abdul Muthalib
cintai. Seketika itu tersiar kabar sampai seluruh penjuru kota Mekah. Kepala
agama memperingatkan untuk tidak melaksanakan perbuatan itu, karena akan
berdampak pada masyarakat. Sebab Abdul Muthallib merupakan orang yang
berpengaruh kala itu. Kemudian nazarnya diganti dan ditebus dengan menyembelih
seratus ekor unta.
Dengan kejadian, itu, Nabi pernah bersabda, “aku anak
laki-laki dari dua orang yang disembelih.” Maksudnya, Nabi Muhammad itu dari
keturunan Nabi Ismail dan Abdullah.
Abdullah bin Abdul Muthalib adalah pemuda ang sangat baik
dari bangsa Quraisy, tidak heran dia berjodoh dengan Aminah, putri Wahbin bin
Abdu Manaf bin Zuhrah. Keduanya terkenal dengan kemuliaan budi pekerti. Menikah
saat keduanya berusia kurang dari dua puluh tahun.
Kurang lebih dua atau tiga bulan setelah hari perkawinan,
Abdullah pergi ke Syam untuk berdagang seperti biasa. Aminah tampak sudah
hamil. Dalam perjalanan pulang dari Syam, waktu sampai di kota Yastrib
(Madinah) mendadak dia jatuh sakit. Kawan-kawan Abdullah yang pergi ke negeri Syam telah pulang ke Mekah, tetapi
meninggalkan Abdullah di rumah seorang keturunan Ady di Madinah.
Setelh tahu kawan-kawan anaknya telah datang, Abdul
Muthallib bertanya, “Mengapa Abdulla tidak pulang bersama kalian?” Mereka
menjawab, “Abdullah jatuh sakti di kota Yastrib, dan bermalam di rumah seorang
dari Bani Ady.”
Ketika itu, Abdul Muthallib sepera menyuruh anak tertua,
Harits pergi ke Yatsrib untuk menengok. Sesampainya di sana, dia sangat
terkejut karena Abdullah elah meninggal dunia sejak beberapa hari yang
lalu. Ketika itu Nabi Muhammad sedang berusia
kurang lebih tiga bulan dalam kandungan.
Tibalah masa kelahiran Nabi saw, pada Senin subuh, 9 Rabi’ul
Awwal Tahun ke-1, tanggal 20 Apri 571 Masehi. Ketika itu, yang menjadi bidan
adalah Siti Syifa, ibu sahabat Abdur Rahman bin Auf. Abdul Muthallib yang sedang thawaf segera
membawa anak itu dipeluk dan digendong ke Ka’bah, masuk ke dalam nya sambil
bedoa kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar