Laman

ABDULLAH BIN MASUD

Abdullah bin Mas’ud  adalah seorang yang lemah dan miskin. Ia hanyalah penggembala kambing-kambing milik Uqbah bin Mu’aith. Biasanya ia akan berjalan dengan kaki berjingkat dan kepala tunduk bila berjalan di hadapan para pembesar Quraisy. Namun setelah memeluk agama Islam, Abdullah menjadi seorang yang tidak memandang  dirinya lebih rendah dibandingkan para pembesar kaum Quraisy.

Pada suatu ketika para sahabat berkumpul. Salah seorang di antara mereka berkata, “Demi Allah, orang-orang  Quraisy belum pernah mendengarkan Al-Qur’an sedikit pun dengan bacaan yang keras. Siapa di antara kita yang bersedia membacakan Al-Qur’an  di hadapan mereka?” Abdullah bin Mas’ud berkata, “Saya yang akan melakukan hal itu.” Namun para sahabat mengkhawatirkan  keselamatan Abdullah. Mereka  berharap yang memperdengarkan Al-Qur’an dihadapan kaum Quraisy, adalah orang memiliki  kerabat. Dengan demikian jika para tokoh Quraisy melakukan penganiayaan, ada orang yang membelanya Namun Abdullah tetap bersikukuh.

Abdullah bin Mas’ud kembali ketempat para sahabat dalam keadaan terluka, bukannya  jera, Abdullah justru menyatakan bahwa dirinya bersedia kembali ke tempat pertemuan para tokoh Quraisy, jika para  sahabat menghendakinya,  bahkan Abdullah bin Mas’ud  berani mendatangi majelis yang diadakan oleh para tokoh Quraisy. Di sana, ia membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suara yang merdu. Pada awalnya para tokoh Quraisy tampak takjub dengan kemerduan suara Abdullah. Namun lama kelamaan, mereka menyadari bahwa ayat-ayat itu adalah milik Nabi Muhammad.

Abdulah bin Mas’ud adalah seorang yang lemah jasmaninya dan miskin harta. Namun Allah mengaruniakannya kemauan yang kuat untuk belajar. Setelah itu, kehidupannya dilimpahi dengan ilmu pengetahuan dan kemuliaan. Ia menjadi ahli hukum pada masa itu. Terbuktilah perkataan Rasulullah yang menyatakan bahwa Abdullah bin Mas’ud akan menjadi seorang yang terpelajar. Namun Abdullah bukan hanya orang yang berilmu, tetapi juga seorang yang saleh dan bertakwa.

Dengan begitu dapat kita ambil pelajaran bahwa dengan kepribadian Abdullah Bin Masud menjadi bukti bahwa dengan mempelajari Al-Quran membuat kita menjadi terpelajar (tentu dengan dipraktekan). Semoga Allah memudahkan jalan kita untuk menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup sehingga karakteristik sahabat nabi tidak hanya menjadi cerita dimasa sekarang.

Hamzah bin Abdul Muthalib

Assalamualaikum_

Saya coba menceritakan dengan singkat kisah seorang sahabat Rasululloh yang bernama:

*Hamzah*
_*‎"Singa Alloh dan Panglima Syuhada"*_

*Hamzah* adalah seorang pemuda Quraisy yang gemar berburu. Sosok yang memiliki kekuatan Jasmaniyah dan dikaruniai pula kekuatan kemauan dan ketajaman akal pikiran, seorang yang berfikiran cerdas dan berpendirian keras.

Sebelum masuk islam, Hamzah adalah sosok yang bersaing dengan teman-temannya untuk mendapatkan kelayakan hidup dan merintis jalan bagi dirinya untuk beroleh kedudukan di kalangan pembesar pembesar kota Mekah dan pemimpin pemimpin Quraisy.�

Hingga pada suatu hari,, ketika hamzah pulang dari berburu, di tengah jalan ia bertemu dengan budak perempuan yang menceritakan perihal penganiayaan abu jahal terhadap Nabi Muhammad saw,, setelah hamzah menerima berita penganiayaan Muhammad, kemudian hamzah berangkat ke mesjid mencari Abu Jahal.

Tetapi belum lagi sampai di Ka‘bah, kelihatan olehnya Abu Jahal di pekarangannya sedang dikelilingi oleh beberapa orang pembesar Quraisy. Maka dalam ketenangan yang mencekam,�

Hamzah maju mendapatkan Abu Jahal lalu melepaskan busurnya dan memukulkannya ke kepala Abu Jahal hingga luka dan mengeluarkan darah. Dan sebelum orang orang itu menyadari apa Yang terjadi,
Hamzah pun membentak Abu Jahal,
katanya:
_Kenapa kamu cela dan kamu maki Muhammad saw., padahal aku telah menganut Agamanya dan mengatakan apa yang dikatakannva ? Nah, cobalah ulangi kembali makianmu itu kepadaku jika kamu berani!_

Dalam perjalan pulang, perasaan Hamzah terguncang, hingga ia menggerutu seorang diri seperti orang sakit. Ia berkata, "O, dirku! Diriku! Diriku! Aku ini sesungguhnya seorang kepala dan pemuka Quraisy karena aku anak Abdul Muthalib, seorang yang terkenal dan berpengaruh besar di kalangan bangsa Quraisy. Mengapa sampai mengikuti agama seorang yang tidak berpengetahuan sesuatu apa (,yang di maksud ialah Nabi saw-- *Pen*) mengapa mengikuti orang bodoh, sehingga berani meninggalkan agama nenek moyang? jika demikian, lebih baik mati saja, dari pada berbuat seperti itu, yang akan menyebabkanku menjadi hina dina. Oh, diriku! lebih baik matilah aku!"

Selanjutnya ia berkata, _"Ya Tuhan! Jika Muhammad benar, hendaklah Engkau memberi keteguhan dan ketetapan pada diriku. Jika Muhammad salah, hendaklah Engkau menjauhkan aku daripadanya dan dari semua perkara yang menimpa diriku!_

Dan marilah kita dengar ceritanya ketika mengisahkan berita selanjutnya, katanya:

_, .. . . Kemudian timbullah sesal dalam
hatiku karena meninggalkan agama nenek moyang dan kaumku . . . dan aku pun diliputi kebingungan hingga mata tak hendak tidur… . Lalu pergilah aku ke Ka‘bah, dan memohon kepada Allah agar
membukakan hatiku untuk menerima kebenaran dan melenyapkan segala keraguan. Maka Allah pun mengabulkan
permohonanku itu dan memenuhi hatiku dengan keyakinan . . . . Aku pun segera menemui Rasulullah saw., dan memaparkan keadaanku padanya, maka dido‘akannya kepada Allah agar ditetapkan-Nya hatiku dalam Agamanya . ._

Pada saat itu Nabi saw sangat bersyukur kepada Alloh SWT atas Islamnya seorang pamannya (Hamzah). Sebab, pada waktu itu pamannya adalah pemuka dari pemuda-pemuda Quraisy di mekah, lagi berpengaruh di tengah masyarakat. Belum ada seorang pemuda yang menandingi kegagahan dan keberaniannya.

Alloh menguatkan Agama Islam dengan Hamzah dan sebagai batu karang yang kukuh menjulang ia membela Rasululloh dan sahabat-sahabatnya yang lemah

Dan semenjak masuk Islam Hamzah telah bernadzar akan membaktikan segala keperwiraan, kesehatan bahkan hidup dan matinya untuk Alloh dan Agama-Nya, hingga Nabi saw berkenan memasangkan pada dirinya julukan istimewa ini: *"Singa Alloh dan Singa Rasul-Nya".*

Ibroh yang bisa kita ambil dari sosok Hamzah "Singa Alloh dan Singa RasulNya:

*1. Senantiasa berdoa kepada Alloh meminta petunjuk agar senantiasa ditunjukan kepada jalan yang Alloh RidhoiNya*

*2. Setelah berada di jalan Alloh,, tidak khawatir (Berani) dengan kehilangan pangkat,, kedudukan, kemulian atau kesenangan diri, dan lain lain*

*3. ‎Tidak khawatir (Berani) jika dengan beriman kepada Alloh dan Rasulnya, harus bertentangan dengan keluarga, kerabat dan handai taulannya yang menentang Alloh dan RasulNya*

*4. ‎Berani  meninggalkan agama nenek moyang yang telah turun temurun di anutnya.*

*5. ‎Berani menerima kebenaran walau datang dari pihak yang derajatnya dipandang lebih rendah.*

Semoga bermanfaat...

Jazakalloh Khairon katsiron

Sa'id Bin Amir

*PEMILIK KEBESARAN DI BALIK KESEDERHANAAN*

Aslmkm wr wb...di malam yg cerah ini mari kita mengenal salah satu sahabat Rosululloh....

Ia adalah salah seorang shahabat Rasulullah yang utama, walaupun namanya tidak seharum nama mereka yang telah terkenal. Ia adalah salah seorang yang taqwa dan tak hendak menonjolkan diri..

Mungkin ada baiknya kita kemukakan di sini bahwa *ia tak pernah absen dalam semua perjuangan dan jihad yang dihadapi Rasulullah saw*

Sa’id memasuki Din Islam tidak lama sebelum pembebasan Khaibar. Dan semenjak itu ia memeluk Islam dan berbai’at kepada Rosululloh saw.

Mata kita akan melihat salah seorang anggota regu tentara dengan tubuh berdebu dan berambut yang kusut masai, yang baik pakaian maupun bentuk lahirnya tak sedikit pun bedanya dengan golongan miskin lainnya dari Kaum Muslimin …

Seandainya yang kita jadikan ukuran itu pakaian dan rupa lahir, maka takkan kita jumpai petunjuk yang akan menyatakan siapa sebenarnya ia.

Berikut penggalan kisah Sa'id Bin Amir

Ketika Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab memecat Mu’awiyah dari jabatannya sebagai kepala daerah di Syria, ia mencari seseorang yang akan menjadi penggantinya.

Syria merupakan pusat perdagangan yang penting dan tempat yang cocok untuk bersenang-senang.. merupakan suatu negeri yang penuh godaan.

Maka menurut pendapat Umar, tidak ada yang cocok untuk negeri itu kecuali seorang suci yang tidak dapat diperdayakan syetan manapun . . . , seorang zahid yang gemar beribadat, yang tunduk dan patuh serta melindungkan diri kepada Allah ….

Lalu diwarkanlah jabatan sebagai wali kota Homs. Tetapi Sa’id menyatakan keberatannya, katanya: “Janganlah saya dihadapkan kepada fitnah, wahai Amirul Mu’minin … ! ”

Dengan nada keras Umar menjawab: “Tidak, demi Allah saya tak hendak melepaskan anda! Apakah tuan-tuan hendak membebankan amanat dan khilafah di atas pundakku lalu tuan-tuan meninggalkan daku . ”

Dalam sekejap saat, Sa’id dapat diyakinkan.

Akhirnya Sa’id berangkat ke Homs. Ikut bersamanya isterinya;  dan sebetulnya kedua mereka adalah pengantin baru.

*Zuhud*

Mereka dibekali Umar secukupnya,  sang isteri bermaksud menggunakan haknya sebagai isteri untuk memanfaatkan harta yang telah diberikan Umar. Diusulkannya kepada suaminya untuk membeli pakaian yang layak dan perlengkapan rumah tangga, lalu menyimpan sisanya.

Jawab Sa’id kepada isterinya: “Maukah kamu saya tunjukkan yang lebih baik dari rencanamu itu? Kita berada di suatu negeri yang amat pesat perdagangannya dan laris barang jualannya. Maka lebih baik kita serahkan harta ini kepada seseorang yang akan mengambilnya sebagai modal dan akan memperkembangkannya …

“Bagaimana jika perdagangannya rugi?” tanya isterinya. “Saya akan sediakan borg atau jaminan”, ujar Sa’id. “Baiklah kalau begitu” kata isterinya pula. Kemudian Sa’id pergi ke luar, lalu membeli sebagian keperluan hidup dari jenis yang amat bersahaja, dan sisanya — yang tentu masih banyak itu — dibagi-bagikannya kepada faqir miskin dan orang-orang membutuhkan.

Pada suatu hari isterinya memajukan pertanyaan serupa mengenai keuntungan dari perniagaannya.... Maka disampaikannya bahwa harta itu telah disedeqahkannya dari semula.

Wanita itu pun menangis dan menyesali dirinya karena harta itu tak ada manfaatnya sedikit pun, karena tidak jadi dibelikan untuk keperluan hidup dirinya, dan sekarang tak sedikit pun tinggal sisanya ….

“Saya mempunyai kawan-kawan yang telah lebih dulu menemui Allah . . . dan saya tak ingin menyimpang dari jalan mereka, walau ditebus dengan dunia dan segala isinya

“Bukankah kamu tahu bahwa di dalam surga itu banyak terdapat gadis-gadis cantik yang bermata jeli, hingga andainya seorang saja di antara mereka menampakkan wajahnya di muka bumi, maka akan terang-benderanglah seluruhnya, dan tentulah cahayanya akan mengalahkan sinar matahari dan bulan …

Maka mengurbankan dirimu demi untuk mendapathan mereka, tentu lebih wajar dan lebih utama daripada mengurbankan mereka demi karena dirimu … “

Isterinya diam dan maklum bahwa tak ada yang lebih utama dan mengendalikan diri untuk mencontoh sifat zuhud dan ke taqwaannya …

*Kepemipinan*

Pada suatu hari Umar menyampaikan berita kepada Said: “Orang-orang Syria mencintaimu . . .!” “Mungkin sebabnya karena saya suka menolong dan membantu mereka”, ujar Said.

Namun sebagaimana juga cintanya warga kota Homs terhadap Said, adanya keluhan dan pengaduan tak dapat dielakkan . . .

Suatu ketika, tatkala Amirul Mu’minin Umar berkunjung ke Homs, ditanyakannya kepada penduduk yang sedang  berkumpul lengkap: “Bagaimana pendapat kalian tentang Sa’id . . . ?” Sebagian hadirin tampil ke depan mengadukannya.

“Ada empat hal yang hendak kami kemukakan:

*1. la baru keluar mendapatkan kami setelah tinggi hari...*
*2.Tak hendak melayani seseorang di waktu malam hari*
*3. Setiap bulan ada dua hari di mana ia tak hendak keluar mendapatkan kami hingga kami tak dapat menemuinya….*
*4. Dan ada satu lagi yang sebetulnya bukan merupakan kesalahannya tapi mengganggu kami, yaitu bahwa sewaktu-waktu ia jatuh pingsan . . .”*

Umar tunduk sebentar dan berbisik memohon kepada Alloh, katanya: “Ya Allah, hamba tahu bahwa ia adalah hamba-Mu terbaik, maka hamba harap firasat hamba terhadap dirinya tidak meleset “.

Lalu Said dipersilahkan untuk membela dirinya, ia berkata:
“Mengenai tuduhan mereka bahwa saya tak hendak keluar sebelum tinggi hari, maka demi Allah, sebetulnya saya tak hendak menyebutkannya, . . .

1. Keluarga kami tak punya khadam atau pelayan, maka sayalah yang mengaduk tepung dan membiarkannya sampai mengeram, lalu saya membuat roti dan kemudian wudlu untuk shalat dluha. Setelah itu barulah saya keluar mendapatkan mereka … ”

Wajah Umar berseri-seri, dan katanya: “Alhamdulillah …. dan mengenai yang kedua?”

2. “Adapun tuduhan mereka bahwa saya tak mau melayani mereka di waktu malam . . . , maka demi Allah saya benci menyebutkan sebabnya .. .! Saya telah menyediakan Siang hari bagi mereka, dan malam hari bagi Allah Ta’ala . . . !

3. Saya tak punya khadam yang akan mencuci pakaian, sedang pakaianku tidak pula banyak untuk dipergantikan. Jadi terpaksalah saya mencucinya dan menunggu sampai kering, hingga baru dapat keluar di waktu petang …

4.  Sebabnya karena ketika di Mekah dulu saya telah menyaksikan jatuh tersungkurnya Khubaib al-Anshari. Dagingnya dipotong-potong oleh orang Quraisy dan mereka bawa ia dengan tandu sambil mereka menanyakan kepadanya: “Maukah tempatmu ini diisi oleh Muhammad sebagai gantimu, sedang kamu berada dalam keadaan sehat wal ‘afiat .. .?

Jawab Khubaib: Demi Alloh, saya tak ingin berada dalam lingkungan anak isteriku diliputi oleh keselamatan dan kesenangan dunia, sementara Rasulullah ditimpa bencana, walau oleh hanya tusukan duri sekalipun…

Maka setiap terkenang akan peristiwa yang saya saksikan itu, dan ketika itu saya masih dalam keadaan musyrik, lalu teringat bahwa saya berpangku tangan dan tak hendak mengulurkan pertolongan kepada Khubaib, tubuh saya pun gemetar karena takut akan siksa Alloh, hingga ditimpa penyakit yang mereka katakan itu . . . “

*9. MIQDAD BIN ‘AMR*

🌅 *Senja bersama 60 sahabat Rosululloh* 🌅

"PELOPOR BARISAN BERKUDA DAN AHLI FILSAFAT"

Ketika membicarakan dirinya, para shahabat dan teman sejawatnya berkata: “Orang yang pertama memacu kudanya dalam perang sabil ialah Miqdad ibnul Aswad”.

Miqdad termasuk dalam rombongan orang-orang yang mula pertama masuk Islam, dan orang ketujuh yang menyatakan keislamannya secara terbuka dengan terus terang, dan menanggungkan penderitaan dari amarah murka dan kekejaman Quraisy yang dihadapinya dengan kejantanan para ksatria dan keperwiraan kaum Hawari!

Perjuangannya di medan Perang Badar tetap akan jadi tugu peringatan yang selalu semarak takkan pudar. Perjuangan yang mengantarkannya kepada suatu kedudukan puncak, yang dicita dan diangan-angankan oleh seseorang untuk menjadi miliknya….

Berkatalah Abdullah bin Mas’ud :
“Saya telah menyaksikan perjuangan. Miqdad, sehingga saya lebih suka menjadi shahabatnya daripada segala isi bumi ini ….

Pada hari yang bermula dengan kesuraman itu . yakni ketika Quraisy datang dengan kekuatannya yang dahsyat, dengan semangat dan tekad yang bergelora, dengan kesombongan dan keangkuhan mereka .  Pada hari itu Kaum Muslimin masih sedikit, yang sebelumnya tak pernah mengalami peperangan untuk mempertahankan Islam, dan inilah peperangan pertama yang mereka terjuni.

Sementara Rasulullah menguji keimanan para pengikutnya dan meneliti persiapan mereka untuk menghadapi tentara musuh yang datang menyerang, baik pasukan pejalan kaki maupun angkatan berkudanya . . . , para shahabat dibawanya bermusyawarah dan mereka mengetahui bahwa jika beliau meminta buah fikiran dan pendapat mereka, maka hal itu dimaksudnya secara sungguh-sungguh. Artinya dari setiap mereka dimintanya pendirian dan pendapat yang sebenarnya, hingga bila ada di antara mereka yang berpendapat lain yang berbeda dengan pendapat umum, maka ia tak usah takut atau akan mendapat penyesalan.

Miqdad khawatir kalau ada di antara Kaum Muslimin yang terlalu berhati-hati terhadap perang. Dari itu sebelum ada yang angkat bicara, Miqdad ingin mendahului mereka, agar dengan kalimat-kalimat yang tegas dapat menyalakan semangat perjuangan dan turut mengambil bagian dalam membentuk pendapat umum.

Tetapi sebelum ia menggerakkan kedua bibirnya, Abu Bakar Shiddiq telah mulai bicara, dan baik sekali buah pembicaraannya itu, hingga hati Miqdad menjadi tenteram karenanya. Setelah itu Umar bin Khatthab menyusul bicara, dan buah pembicaraannya juga baik.

Maka tampillah Miqdad, katanya:
“Ya Rasulullah ….
Teruslah laksanakan apa yang dititahkan Allah, dan kami akan bersama anda … !

Demi Allah kami tidak akan berkata seperti yang dikatakan Bani Israil kepada Musa: Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah, sedang kami akan duduk menunggu di sini. Tetapi kami akan mengatakan kepada anda: Pergilah anda bersama Tuhan anda dan berperanglah, sementara kami ikut berjuang di samping anda … !

Demi yang telah mengutus anda membawa kebenaran! Seandainya anda membawa kami melalui lautan lumpur, kami akan berjuang bersama anda dengan tabah hingga mencapai tujuan, dan kami akan bertempur di sebelah kanan dan di sebelah kiri anda, di bagian depan dan di bagian belakang anda, sampai Allah memberi anda kemenangan … !”

Kata-katanya itu mengalir tak ubah bagai anak panah yang lepas dari busurnya. Dan wajah Rasulullah pun berseri-seri karenanya, sementara mulutnya komat-kamit mengucapkan do’a yang baik untuk Miqdad. Serta dari kata-kata tegas yang dilepasnya itu mengalirlah semangat kepahlawanan dalam kumpulan yang baik dari orang-orang beriman, bahkan dengan kekuatan dan ketegasannya, kata-kata itu pun menjadi contoh teladan bagi siapa yang ingin bicara, menjadi semboyan dalam perjuangan … !

Maka hati Rasulullah pun penuhlah dengan kegembiraan, lalu sabdanya kepada shahabat-shahabatnya:  “Berangkatlah dan besarkanlah hati kalian …

Dan kedua pasukan pun berhadapanlah ….

Anggota pasukan Islam yang berkuda ketika itu jumlahnya tidak lebih dari tiga orang, yaitu Miqdad bin ‘Amr, Martsad bin Abi Martsad dan Zubair bin Awwam; sementara pejuang-pejuang lainnya terdiri atas pasukan pejalan kaki atau pengendara-pengendara unta.

Ucapan Miqdad yang kita kemukakan tadi, tidak saja menggambarkan keperwiraannya semata, tetapi juga melukiskan logikanya yang tepat dan pemikirannya yang dalam ….

Demikianlah sifat Miqdad ….
la adalah seorang filosof dan ahli fikir. Hikmat dan filsafatnya tidak saja terkesan pada ucapan semata, tapi terutama pada prinsip-prinsip hidup yang kukuh dan perjalanan hidup yang teguh tulus dan lurus, sementara pengalaman-pengalamannya menjadi sumber bagi pemikiran dan penunjang bagi filsafat itu.

Pada suatu hari ia diangkat oleh Rasulullah sebagai amir di suatu daerah. Tatkala ia kembali dari tugasnya, Nabi sertanya:
“Bagaimanakah pendapatmu menjadi amir?”

Maka dengan penuh kejujuran dijawabnya: “Anda telah menjadikan daku menganggap diri di atas semua manusia sedang mereka semua di bawahku …. Demi yang telah mengutus anda membawa kebenaran, semenjak saat ini saya tak berkeinginan menjadi pemimpin sekalipun untuk dua orang untuk selama-lamanya … ! “

Nah, jika ini bukan suatu filsafat, maka apakah lagi yang dikatakan filsafat itu . . .?

Dan jika orang ini bukan seorang filosof, maka siapakah lagi yang disebut filosof … ?

seorang laki-laki yang tak hendak tertipu oleh dirinya, tak hendak terpedaya oleh kelemahannya … !

Dipegangnya jabatan sebagai amir, hingga dirinya diliputi oleh kemegahan dan puji-pujian. Kelemahan ini disadarinya hingga ia bersumpah akan menghindarinya dan menolak untuk menjadi amir lagi setelah pengalaman pahit itu. Kemudian ternyata bahwa ia menepati janji dan sumpahnya itu, hingga semenjak itu ia tak pernah mau menerima jabatan amir …. !

Miqdad selalu mendendangkan Hadits yang didengarnya dari ‘Rasulullah saw., yakni:
Orang yang berbahagia, ialah  orang yang dijauhkan dari fitnah … !”

Oleh karena jabatan sebagai amir itu dianggapnya suatu kemegahan yang menimbulkan atau hampir menimbulkan fitnah bagi dirinya, maka syarat untuk mencapai kebahagiaan baginya,  ialah menjauhinya. Di antara madhhar atau manifestasi filsafatnya ialah tidak

Tidak tergesa-gesa dan sangat hati-hati menjatuhkan putusan atas seseorang. Dan ini juga dipelajarinya dari Rasulullah saw. Yang telah menyampaikan kepada ummatnya: “bahwa hati manusia lebih cepat berputarnya daripada isi periuk di kala menggelegak …. “.

Miqdad sering menangguhkan penilaian terakhir terhadap seseorang sampai dekat saat kematian mereka. Tujuannya ialah agar orang yang akan dinilainya tidak beroleh atau mengalami hal yang baru lagi . . . . Perubahan atau hal baru apakah lagi setelah maut?

Demikianlah pandangan Miqdad, memancarkan hikmah dan filsafat . . . . Dan seperti demikian pula pada setiap tindakan, pengalaman dan ucapannya, ia adalah seorang filosof dan pemikir ulung ….

Kecintaan Miqdad kepada Islam tidak terkira besarnya . . . .
Dan cinta, bila ia tumbuh dan membesar Serta didampingi oleh hikmat, maka akan menjadikan pemiliknya manusia tinggi, yang tidak merasa puas hanya dengan kecintaan belaka, tapi dengan menunaikan kewajiban dan memikul tanggung jawabnya….

Dan Miqdad bin ‘Amr dari tipe manusia seperti ini . . . . Kecintaannya kepada Rasulullah menyebabkan hati dan ingatannya dipenuhi rasa tanggung jawab terhadap keselamatan yang dicintainya, hingga setiap ada kehebohan di Madinah, dengan secepat kilat Miqdad telah berada di ambang pintu rumah Rasulullah menunggang kudanya, sambil menghunus pedang atau lembingnya … !

Sedang kecintaannya kepada Islam menyebabkannya bertanggung jawab terhadap keamanannya, tidak saja dari tipu daya musuh-musuhnya, tetapi juga dari kekeliruan kawan-kawannya sendiri ….

Penciuman Miqdad yang tajam mengenai gentingnya suasana, dan keagungan Agama yang telah memberikan kepada mereka kebesaran ini, hingga katanya seakan-akan berdendang:
“Biar saya mati, asal Islam tetap jaya … ! “

Memang, itulah yang menjadi cita-citanya, yaitu kejayaan Islam walau harus dibalas dengan nyawa sekalipun. Dan dengan keteguhan hati yang mena’jubkan ia berjuang bersama kawankawannya untuk mewujudkan cita-cita tersebut, hingga selayaknyalah ia beroleh kehormatan dari Rasulullah saw. menerima ucapan berikut:
“Sungguh, Allah telah menyuruhku untuk mencintaimu, dan menyampaikan pesan-Nya padaku bahwa la mencintaimu “.

Ya Allah bangkitkanlah dari antara kami dan anak cucu kami Miqdad-miqdad pahlawan, pejuang dan pembela Agama-Mu

*Ibroh yang bisa kita ambil dari perjalanan Miqdad Bin ‘Amr :*
1. Dalam memperjuangkan tegaknya Dien islam setiap diri wajib memiliki semangat yang kuat, karena itulah bahan bakar perjuangan, semangat yg tak hanya terpendam dalam hati tetapi sampai terwujud dalam ucapan dan tindakan. Hingga dampaknya bukan hanya membangkitkan semangat beramal sholeh dalam diri saja, melainkan terbangkitkannya juga semangat beramal sholeh dalam barisannya.

2. Keimanan yang kuat di topang dengan semangat yang berkobar melahirkan keberanian dan semangat rela berkorban dalam berjuang menegakan kalimat Alloh dimuka bumi tanpa ada rasa gentar sedikitpun.

3. Aqidah yang menghujam, Hati yang bersih dan fikiran yang jernih akan melahirkan langkah-langkah yang bijaksana, setiap kebijakannya akan melahirkan kebajikan. Dia akan mengenal Robb Nya, mengenal dirinya, mengenal kelebihan dan kelemahannya sehingga dalam langkahnya akan senantiasa proporsional, tidak tergesa2 dan berhati-hati dalam mengambil keputusan, jangan sampai keluar dari orientasi Alloh minded, Rosul Minded, Dien Islam Minded

4. Kecintaan kepada Alloh, RosulNya dan Dien Islam yang sangat besar melahirkan pribadi2 yang memiliki cita2 tinggi, yakni tegaknya aturan Alloh, Rosullnya dan Dien Islam dimuka bumi, yang pada langkahnya tidak hanya sebatas ungkapan kata2 belaka tetapi lebih jauh lagi mampu melahirkan tanggung jawab untuk membela, memperjuangkan, melindungi bahkan rela mengorbankan dirinya untuk kejayaan dan kemulyaan apa2 yang dicita2kannya.

Semoga kita termasuk orang yang mampu mengambil pelajaran dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari2. Aamiin Yaa Rabbal’Alamiin

8.Mu’adz bin jabal

*Semalam bersama 60 sahabat Rosul*

8.Mu’adz bin jabal : Cendekiawan muslim yang paling tahu halal dan haram

Tatkala Rasulullah mengambil bai’at dari orang-orang Anshar pada perjanjian ‘Aqabah yang kedua, di antara para utusan yang terdiri atas 70 orang itu terdapat seorang anak muda dengan wajah berseri, pandangan menarik dan gigi putih berkilat serta memikat perhatian dengan sikap dan ketenangannya. Dan jika bicara maka orang yang melihat akan tambah terpesona karenanya, dia Mu’adz bin Jabal
hingga ia termasuk Assabiqunal Awwalun

Rasulullah saw. dengan sabdanya: “Ummatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu’adz bin Jabal”.

Ketika Rasulullah hendak mengirimnya ke Yaman, lebih dulu ditanyainya:

“Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu’adz?” “Kitabullah”, ujar Mu’adz. “Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?”, tanya Rasulullah pula. “Saya putus dengan Sunnah Rasul” ujar Mu’adz. “Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah?” “Saya pergunakan fikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia”. Maka berseri-serilah wajah Rasulullah, sabdanya: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridlai oleh Rasulullah.. “.

Suatu hari di awal pemerintahan Khalifah Umar, ia masuk mesjid bersama beberapa orang shahabat, katanya:

“Maka duduklah saya pada suatu majlis yang dihadiri oleh tiga puluh orang lebih, masing-masing menyebutkan sebuah Hadits yang mereka terima dari Rasulullah saw. Pada halaqah atau lingkaran itu ada seorang anak muda yang amat tampan — hitam manis warna kulitnya, bersih, manis tutur katanya dan termuda usianya di antara mereka. Jika pada mereka terdapat keraguan tentang suatu Hadits, mereka tanyakan kepada anak muda itu yang segera memberikan fatwanya, dan ia tak hendak berbicara kecuali bila diminta.. Dan tatkala majlis itu berakhir, saya dekati anak muda itu dan saya tanyakan siapa namanya. Ujarnya: “Saya adalah Mu’adz bin Jabal”.

Dalam pada itu Abu Muslim al-Khaulani bercerita pula:

“Saya masuk ke masjid Hamah, kiranya saya dapati segolongan orang-orang tua sedang duduk dan di tengah-tengah mereka ada seorang anak muda yang berkilat-kilat giginya. Anak muda itu diam tak buka suara. Tetapi bila orang-orang itu merasa raga tentang sesuatu masalah, mereka berpaling dan bertanya kepadanya. Kepada teman karibku saya bertanya: “Siapakah orang ini?” “Itulah dia Mu’adz bin Jabal”, ujarnya,

Shahar bin Hausyab tidak ketinggalan memberikan ulasan, katanya:

“Bila para. shahabat berbicara sedang di antara mereka hadir ‘Mu’adz bin Jabal, tentulah mereka akan sama meminta pendapatnya karena kewibawaannya.. ”

Dan Amirul Mu’minin Umar r.a. sendiri sering meminta pendapat dan buah fikirannya. Bahkan dalam salah satu peristiwa di mana ia memanfaatkan pendapat dan keahliannya dalam hukum, Umar pernah berkata: “Kalau tidaklah berkat Mu’adz bin Jabal, akan celakalah Umar!”

Ia meninggal dunia di masa pemerintahan Umar, sedang usianya belum lagi 33 tahun..

Di masa pemerintahan Abu Bakar, Mu’adz kembali ke Yaman. Umar tahu bahwa Mu’adz telah menjadi seorang yang kaya raya, maka diusulkan Umar kepada khalifah agar kekayaannya itu dibagi dua. Tanpa menunggu jawaban Abu Bakar, Umar segera pergi ke rumah Mu’adz dan mengemukakan masalah tersebut.

Usul Umar ditolaknya dan alasan yang dikemukakannya dipatahkannya dengan alasan, Umar berpaling dan meninggalkannya..

Esok harinya Mu’adz pergi ke rumah Umar. Umar dirangkul dan dipeluknya, seraya berkata:

“Malam tadi saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air, hingga saya cemas akan tenggelam. Untunglah anda datang, hai Umar dan menyelamatkan saya! “
---------------------------------------------------
Kemudian bersama-sama mereka datang kepada Abu Bakar, dan Mu’adz meminta kepada khalifah untuk mengambil seperdua hartanya.

Mu’adz pindah ke Syria sebagai guru dan ahli hukum. Dan tatkala Abu Ubaidah — amir atau gubernur militer di sana  serta shahabat karib Mu’adz meninggal dunia, ia diangkat oleh Amirul Mu’minin Umar sebagai penggantinya di Syria. Tetapi hanya beberapa bulan saja ia memegang jabatan itu, ia dipanggil Allah.

Sebelum menghembuskan nafasnya yang akhir, Umar pernah ditanyai orang: “Bagaimana jika anda tetapkan pengganti anda?” artinya anda pilih sendiri orang yang akan menjadi khalifah itu, lalu kami bai’at dan menyetujuinya … ‘ Maka ujar Umar: “Seandainya Mu’adz bin Jabal masih hidup, tentu saya angkat ia sebagai khalifah, dan kemudian bila saya menghadap Allah ‘Azza wa Jalla dan ditanya tentang pengangkatannya: Siapa yang kamu angkat menjadi pemimpin bagi ummat manusia, maka akan saya jawab: Saya angkat Mu’adz bin Jabal setelah mendengar Nabi bersabda: Mu’adz bin Jabal adalah pemimpin golongan ulama di hari qiamat“

Ujar Mu adz: Setiap berada di pagi hari, aku menyangka tidak akan menemui lagi waktu sore. Dan setiap berada di waktu sore, aku menyangka tidak akan mencapai lagi waktu pagi.. Dan tiada satu langkah pun yang kulangkahkan, kecuali aku menyangka tiada akan diiringi lagi dengan langkah lainnya.. 

“Waspadalah akan tergelincirnya orang yang berilmu! Dan kenalilah kebenaran itu dengan kebenaran pula, karena kebenaran itu mempunyai cahaya … !

Pada suatu hari salah seorang Muslim meminta kepadanya agar diberi pelajaran.

—  Apakah anda sedia mematuhinya bila saya ajarkan? tanya Mu’adz.—  Sungguh, saya amat berharap akan mentaati anda! ujar orang itu. Maka kata Mu’adz kepadanya:

“Shaum dan berbukalah … ! Lakukanlah shalat dan tidurlah …!

Menurut Mu’adz, ilmu itu ialah mengenal dan beramal, katanya: “Pelajarilah segala ilmu yang kalian sukai, tetapi Allah tidak akan memberi kalian manfa’at dengan ilmu itu sebelum kalian meng’amalkannya lebih dulu … !”

Sekarang tibalah ajalnya, Mu’adz dipanggil menghadap Allah . . . . Dan dalam sakaratul maut,
Dan pada saat-saat itu Mu’adz pun mengucapkan perkataan yang menyingkapkan dirinya sebagai seorang Mu’min besar. Sambil matanya menatap ke arah langit, Mu’adz munajat kepada Allah yang Maha Pengasih, katanya:

“Ya Allah, sesungguhnya selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku mengharapkan-Mu.
Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan.. tetapi hanyalah untuk menutup hawa di kala panas, dan menghadapi saat-saat yang gawat, serta untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan”.

Hikmah pelajaran Mu’adz bin jabal :
1. Cendekiawan muslim
2. Wawasan nya luas..
3. Dapat membedakan yang halal dan haram
4. Ilmu bukan hanya utk pengetahuan, tapi harus diamalkan
5. Iman yang kuat pada Alloh sehingga memandang dunia hanya utk tempat bernaung saja tidak berlebihan

Sekian..  Jazakalloh khoiron katsiron semoga bermanfaat :)

08. Arqam bin Abil Arqam

Assalamu’alaikum wr wb..
Pada sharing sahabat kali ini, saya akan coba mengenalkan sahabat Arqam bin abul arqom kepada ikhwan sekalian. Sahabat ini memang tidak sepopuler Bilal, Ammar maupun Ali. Tapi pada kisahnya terkandung banyak hikmah pelajaran yang bisa diambil..

Biografi Arqam bin Abil Arqam

Nama Asli Arqam adalah Abdu Manaf bin Asad bin Abdullah bin Amr bin Makhzum. Ia dipanggil Abu Abdillah dan tinggal di Makkah.

Kehidupan jahiliyah adalah kehidupan yang dipenuhi dengan berbagai macam kemusyrikan. Masyarakat yang hidup di masa itu mengalami berbagai macam kedzaliman. Sehingga kehidupan mereka dipenuhi dengan banyak keburukan.

Orang orang kuat menindas yang lemah, orang kaya menghina dan merendahkan orang miskin, terjadi pembunuhan karena masalah masalah kecil dan tidak jelas. Kemudian muncullah cahaya Islam untuk menerangi bangsa Arab yang hidup dalam kegelapan jahiliyah dan menjadi rahmat bagi semua manusia di muka bumi. Allah mengutus Muhammad sebagai RasulNya.

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam diutus untuk mengeluarkan manusia dari jalan yang gelap gulita menuju cahaya keimanan yang terang. Nabi shalallahu alaihi wassalam mulai mendakwahkan ajaran Islam ini kepada penduduk Makkah.
Beliau memulai dengan mengajak keluarganya, teman teman dekatnya di masa jahiliyah dan orang orang penting dari suku Quraisy. Sahabat dekat beliau Abu Bakar, orang pertama yang menerima ajaran Islam.

Abu Bakar pun mulai mendakwahkan Islam kepada para sahabatnya. Beliau mengajak Utsman, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqash. Mereka semua juga ikut masuk Islam. Sahabat yang lain yang diajak Abu Bakar adalah Arqam bin Abil Arqam. Mereka berdua menjadi sahabat sudah lama sebelum datangnya Islam. Maka ketika Abu Bakar mengajaknya masuk Islam, tanpa ada keraguan sedikitpun dalam hatinya, dia langsung masuk Islam.

Arqam bin Abil Arqam al Makhzumy adalah sahabat yang memeluk Islam pada hari hari pertama didakwahkannya Islam, bersamaan dengan Abu Ubaidah bin Jarrah, Bilal bin Rabah, Abu Salamah dan yang lainnya. Mereka disebut As Sabiqunal Awwalun, mereka telah dijamin memperoleh keridhoan Allah, sebagaimana disebutkan dalam surat At Taubah ayat 100 yang maknanya memperoleh jaminan masuk surga.

Ketika kaum Quraisy makin meningkatkan penyiksaan kepada para pemeluk Islam, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam memerintahkan para sahabat untuk menyembunyikan keIslaman mereka termasuk segala aktivitas ibadah. Seperti berdakwah, menyebarkan agama Islam dan lain sebagainya.

Madrasah Pertama dalam Islam, Rumah Arqam yang Diberkahi
Kisah ini merupakan keutamaan sendiri bagi sahabat Arqam bin Abil Arqam. Karena Rasulullah shalallahu alaihi wassalam memutuskan memilih tempat tinggalnya sebagai tempat berkumpul beliau dan para sahabat dalam menyebarkan Islam. Hal itu disebabkan karena tempatnya agak terpencil di atas bukit Shafa, sehingga lebih aman dari gangguan kafir Makkah Quraisy.

Saat itu orang orang Quraisy benar-benar tidak mengetahui tempat itu dan tidak akan mengira bahwa rumah Arqam sebagai tempat berkumpulnya Rasulullah dan para sahabat. Jika kaum musyrikin Makkah mengetahuinya maka bisa berbahaya.

Dari sinilah rumah Arqam dijuluki sebagai madrasah pertama bagi kaum muslimin untuk mempelajari ilmu-ilmu Islam dari Rasulullah shalalallahu alaihi wassalam. Mereka yang baru masuk Islam berbondong bondong datang ke sana. Sahabat-sahabat yang datang ke rumah Arqam adalah sahabat yang masih kecil atau yang sudah dewasa.

Seperti budak Bilal bin Rabbah, Ammar beserta keluarganya dan juga sahabat dari kalangan yang terpandang dan terhormat seperti Abu Bakar, Utsman, Ali dan yang lainnya. Mereka semua berkumpul dengan tujuan yang sama, yakni mempelajari dengan dalam apa yang dibawa Rasulullah shalalallahu alaihi wassalam.

Rasulullah mendidik dan membentuk jiwa-jiwa yang tangguh dalam berdakwah dan membela Islam. Terhitung ada 40 sahabat yang aktif hadir di rumah Arqam, dari yang termuda usia 8 tahun hingga yang berusia 50 tahun seperti Ubaidah bin Harits.

Ketika Hamzah bin Abdul Muthalib memeluk Islam, yang disusul oleh Umar bin Khattab, tiga hari kemudian kegiatan ibadah dan pengajaran mulai bisa dilaksanakan di luar rumah Arqam, termasuk halaman masjidil haram. Kaum muslimin lebih berani, karena adanya paman nabi Hamzah dan Umar.

Meskipun demikian rumah Arqam tetap menjadi tempat pertemuan Rasulullah untuk memberikan pengajaran Islam. Subhanaallah, lihatlah betapa berkahnya rumah beliau. Di mana Rasulullah shalallahu alaihi wassalam masih tetap mengunjungi rumahnya meskipun tidak sesering sebelumnya.

Nah, maka akan timbul pertanyaan dalam hati, "mengapa rumah Arqam yang dijadikan sebagai tempat Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dalam memulai berdakwah?" Setidaknya ada tiga alasan:

Ketika Arqam masuk Islam tidak ada kaum musyrikin yang tahu.Arqam berasal dari suku Makhzum yang merupakan musuh keluarga besar Rasulullah shalallahu alaihi wassalam (suku Hasyim) pada masa jahiliyah. Sehingga kaum kafir tidak mencurigainya.Dan yang ketiga, Arqam masuk Islam dalam usia masih sangat muda, antara16 tahun, sehingga kaum Quraisy tidak curiga jika nabi berkumpul di rumah anak muda.

Oleh karena itu, kita dapat mengetahui bahwa memilih rumah Arqam sebagai Madrasah pertama itu pilihan yang benar dan tepat. Itulah ketajaman firasat nabi Muhammad dalam menentukan serta memutuskan sesuatu.

Perintah Hijrah dari Rasulullah kepada Kaum MuslimiN

Pada awal munculnya Islam, kaum muslimin mengalami banyak tekanan dan siksaan dari kaum Quraisy, namun mereka tetap tegar dan teguh memegang agama Islam bahkan menambah keimanan mereka.

Kondisi seperti ini membuat Rasulullah prihatin dengan keadaan mereka, terutama dari kalangan orang lemah yang tidak memiliki perlindungan, seperti Bilal, keluarga Ammar dan lainnya. Maka Rasulullah pun berusaha melakukan upaya perlindungan kepada kaum muslimin yang lemah.

Akhirnya nabi mengijinkan kaum muslimin untuk hijrah ke Habasyah demi melindungi jiwa dan agama mereka yang tertindas di Makkah. Arqam bin Abil Arqam juga ikut serta dalam hijrah ke Habasyah. Tapi setelah kaum muslimin pulang dari Habasyah, kaum musyrikin masih saja menyiksa kaum muslimin di Makkah, maka tiba saatnya Rasulullah shalalallahu alaihi wassalam mengijinkan semuanya hijrah ke Madinah untuk menjaga agama Islam dan bebas berdakwah di sana tanpa tekanan dan siksaan.

Setelah hijrah ke Madinah, Arqam dipersaudarakan dengan Zaid bin Sahl. Beliaupun merasakan ketentraman yang luar biasa di Madinah, karena ibadahnya tidak diganggu dan dihalangi lagi oleh kaum musyrikin Makkah. Kaum Anshar sangat memuliakan saudara-saudara seiman mereka yang datang dari Makkah. Mereka menjadikan kaum Muhajirin seperti saudara kandung mereka sendiri.

Ketaatan Arqam bin Abil Arqam Terhadap Rasulullah
Tidak diragukan lagi, Arqam adalah sahabat yang sangat taat kepada nabi. Mungkin cerita di bawah ini sudah cukup dijadikan bukti atas ketaatan Arqam kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam:

Pada suatu hari, Arqam menyiapakan perbekalan untuk perjalanan ke Baitul Maqdis. Kemudian dia menemui Rasulullah shalallahu alaihi wassalam untuk berpamitan. Maka Rasulullah bersabda kepadanya, "Apa yang membuatmu hendak melakukan perjalanan ini wahai Abu Abdillah? Apakah suatu keperluan ataukah perniagaan?"

Arqam menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya ingin shalat di baitul Maqdis."

Rasulullah bersabda, "Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu shalat di masjid lain kecuali masjidil Haram."

Arqam pun kembali ke rumahnya dengan penuh ketaatan melaksanakan perintah Rasulullah. Arqam pun kembali beribadah seperti biasanya di Madinah. Padahal sebelumnya ia sudah menyiapkan barang-barang atau perbekalan untuk perjalanan. Subhanaallah..
Kisah Arqam bin Abil Arqam dalam Peperangan
Sebagaimana as-Sabiqunal Awwalun lainnya, Arqam bin Abil Arqam selalu bertempur dengan gagah berani, melawan kaum musyrikin yang maju menyerangnya. Setelah terjadi pertempuran dahsyat, maka korban berjatuhan dari kedua belah pihak.
Beliau selalu mengikuti perang bersama Rasulullah dan sahabat lainnya, seperti perang Badar perang Uhud atau perang besar lainnya bersama nabi.
Kisah Wafatnya Sahabat Nabi Arqam bin Abil Arqam
Arqam terus berjihad di jalan Allah baik dengan harta, jiwa dan waktunya hingga ia sakit di zaman khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan. Tatkala dia merasa ajalnya telah dekat, dia berwasiat agar Saad bin Abi Waqash yang menyalatinya. Tidak lama berselang, Arqam meninggal. Tapi kebetulan waktu itu Saad bin Abi Waqash sedang tida berada di Madinah.

Ketika itu Marwan bin al Hakam gubernur Madinah ingin menyalatinya, tetapi Ubaidillah bin Arqam menolaknya. Marwan berkata,

"Apakah jenazah sahabat Rasulullah akan ditahan hanya karena seorang yang tidak hadir?" Abdullah bin Arqam menolak siapapun yang menyalatinya sampai Saad bin abi waqash datang.

Arqam bin abil Arqam dimakamkan di Aqiq pada tahun 55 H. Ia meninggal pada usia 80 tahun lebih. Semoga Allah meridhainya dan membalas jasanya terhadap Islam dan umat Islam dengan sebaik baik balasan.

Subhanaallah, Allahuakbar. Itulah kisah Arqam bin Abil Arqam yang mulia, penuh hikmah dan penuh ibrah.
Semoga kita semua bisa meneladani beliau di dalam mewujudkan cinta kepada Alloh, rosulNya dan dien Islam.
Wallohu ‘Alam bi Showab, Wassalamu’alaikum wr wb..

07. Suhaib bin Sinan

Assalamu’alaikum wr wb..
Pada sharing sahabat kali ini, saya akan coba mengenalkan sahabat Suhaib bin Sinan kepada ikhwan sekalian. Sahabat ini memang tidak sepopuler Bilal, Ammar maupun Ali. Tapi pada kisahnya terkandung banyak hikmah pelajaran yang bisa diambil..
Sejarah hidupnya berliku. Dilahirkan dalam lingkungan yang penuh kesenangan dan kemewahan karena ayahnya adalah seorang pejabat dari kerajaan Persia, salah satu kerajaan terbesar dunia ketika itu. Namun karena penyerangan yang dilakukan oleh bangsa Romawi kepada Persia, beberapa orang menjadi tawanan dan menjadi budak yang diperjualbelikan. Dan begitulah, Suhaib bin Sinan kecil ikut menjadi salah satu budak yang diperjual belikan. Tumbuh besar di lingkungan Romawi bahkan logat bicaranya pun menjadi logat bicara orang Romawi. Perjalanan panjangnya sebagai budak yang diperjual belikan, atas izin Alloh Suhaib bin Sinan sampai ke kota Mekkah.
Walaupun menjadi budak, kecerdasan, kerajinan, dan kejujuran Suhaib tidaklah berkurang. Hal inilah yang menjadikan majikannya senang sampai majikannya mau untuk memerdekakannya dan diberikan kesempatan untuk berniaga bersama majikannya. Dari perniagaan ini, Suhaib bin Sinan beroleh kesuksesan yang menjadikannya salahsatu hartawan di kota Mekkah..
Ketika Nabi Muhammad dibangkitkan, tertariklah hati Suhaib untuk mendengarkan langsung apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Keislamannya berbarengan dengan keislaman Ammar bin Yasir. Yaitu ketika keduanya saling bertemu di muka pintu rumah Arqom untuk bersama-sama mendengarkan apa yang dibawa oleh Muhammad. Hidayah Alloh menerangi hatinya dan Suhaib dengan penuh kesadaran menjadi pengikut Nabi Muhammad. Begitulah, Suhaib termasuk golongan yang mula masuk Islam dengan penuh kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya.
Kesadaran yang tinggi dan kecintaan Suhaib kepada Rosululoh dan Dien Islam dari Suhaib ini, bisa dilihat dari kata-katanya:
““Tiada suatu perjuangan bersenjata yang diterjuni Rosululloh SAW, kecuali pastilah aku menyertainya ….
Dan tiada suatu bai’at yang dijalaninya, kecuali tentulah aku menghadirinya ….
Dan tiada suatu pasukan bersenjata yang dikirimnya kecuali aku termasuk sebagai anggota rombongannya..
Dan tidak pernah belian bertempur baik di masa-masa perrtama Islam atau di masa-masa akhir, kecuali aku berada di sebelah kanan atau di sebelah kirinya ….
Dan kalau ada sesuatu yang dikhawatirkan Kaum Muslimin di hadapan mereka pasti aku akan menyerbu paling depan, demikian pula kalau ada yang dicemaskan di belakang mereka, pasti aku akan mundur ke belakang….
Serta aku tidak sudi sama sekali membiarkan Rosululloh SAW saw berada dalam jangkauan musuh sampai ia kembali menemui ALLOH SWT.”

Pembuktian keimanan Suhaib bin Sinan ini mencapai puncaknya ketika Suhaib melepas seluruh apa yang ia miliki, ketika beliau berhijrah dari Mekah ke Madinah.
Ketika Rosululloh SAW hendak pergi hijrah, Shuhaib mengetahuinya, dan menurut rencana ia akan menjadi orang ketiga dalam hijrah tersebut, di samping Rosululloh SAW dan Abu Bakar …. Tetapi orang-
orang Quraisy telah mengatur persiapan di malam harinya untuk mencegah kepindahan Rosululloh SAW.
Shuhaib terjebak dalam salah satu perangkap mereka, hingga terhalang untuk hijrah untuk sementara waktu, sementara Rosululloh SAW dengan shahabatnya berhasil meloloskan diri atas barkah ALLOH SWT Ta’ala.
Shuhaib berusaha menolak tuduhan Quraisy dengan jalan bersilat lidah, hingga ketika mereka lengah ia naik ke punggung untanya, lalu dipacunya hewan itu dengan sekencang-kencangnya menuju Sahara luas. Tetapi Quraisy mengirim pemburu-pemburu mereka untuk menyusulnya dan usaha itu hampir berhasil. Tapi demi Shuhaib melihat dan berhadapan dengan mereka ia berseru katanya:
“Hai orang-orang Quraisy! Kalian sama mengetahui bahwa saya adalah ahli panah yang paling mahir . 
. . . Demi ALLOH SWT, kalian takkan berhasil mendekati diriku, sebelum saya lepaskan semua anak panah yang berada dalam kantong ini, dan setelah itu akan menggunakan pedang untuk menebas kalian, sampai 
senjata di tanganku habis semua! Nah, majulah ke sini kalau kalian berani … Tetapi kalau kalian setuju, saya akan tunjukkan tempat penyimpanan harta bendaku, asal saja kalian membiarkan daku … !
Mereka sama tertarik dengan tawaran terakhir itu, dan setuju menerima hartanya sebagai imbalan dirinya, kata mereka: “Memang, dahulu waktu kamu datang kepada kami, kamu adalah seorang miskin lagi papa. Sekarang hartamu menjadi banyak di tengah-tengah kami hingga melimpah ruah. Lalu kami hendak membawa pergi bersamamu semua harta kekayaan itu … ? Shuhaib menunjukkan tempat disembunyikan hartanya itu, hingga mereka membiarkannya pergi sedang mereka kembali ke Mekah.

Shuhaib melanjutkan lagi perjalanan hijrahnya seorang diri tetapi berbahagia, hingga akhirnya berhasil menyusul Rosululloh SAW saw. Di Quba. Waktu itu Rosululloh SAW sedang duduk dikelilingi oleh 
beberapa orang shahabat, ketika dengan tidak diduga Shuhaib mengucapkan salamnya. Dan demi Rosululloh SAW melihatnya, beliau berseru dengan gembira:
“Beruntung perdaganganmu, hat Abu Yahya! Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya!”
Dan ketika itu juga turunlah ayat: “Dan di antara manusia ada yang sedia menebus dirinya demi mengharapkan keridlaan ALLOH SWT, dan ALLOH SWT Maha penyantun terhadap hamba-hambaNya!
(Q.S.2 al-Baqarah:207)

Keistimewaan Suhaib bin Sinan yang menonjol terletak pada kedermawanannya. Baginya harta bukanlah sesuatu yang harus dicintai secara berlebihan. Suhaib tidak segan memberikan seluruh apa yang dimilikinya untuk saudara-saudara seimannya yang membutuhkan. Suhaib melakukan itu tentu bukan karena nafsunya, tapi semata-mata hendak memenuhi firman Alloh SWT: Dan diberihannya makanan yang disukainva kepada orang miskin, anak yatim dan orang tawanan. (Q.S.76 ad-Dahr:8)

Keistimewaan Suhaib bin Sinan ini memperoleh tempat tersendiri di hati Khalifah Umar bin Khattab. Bahkan sang amirul mukminin menunjuk Suhaib sebagai imam sholat sembari menunggu khalifah yang baru yang akan menggantikan khalifah Umar. Pesan khalifah Umar dan  kata-kata akhirnya kepada para shahabat, katanya: “Hendaklah Shuhaib menjadi imam Kaum Muslimin dalam shalat … ! “

Demikian kisah Suhaib bin Sinan, salah satu sahabat Rosululloh yang terbaik karena kesolehannya. Walaupun di awal kedatangannya di tanah Mekkah adalah sebagai budak. Kesolehan dan kecintaannya kepada Alloh, rosulNya dan dien Islam telah menghantarkannya kepada derajat yang tertinggi di hadapan Alloh. Semoga kita semua bisa meneladani beliau di dalam mewujudkan cinta kepada Alloh, rosulNya dan dien Islam.
Wallohu ‘Alam bi Showab, Wassalamu’alaikum wr wb..

06. SAAD BIN ABI WAQQASH

Singa Yang Menyembunyikan Kukunya

Saad Bin Abi Waqqas , kakeknya ialah Uhaib, putra dari Manaf yang menjadi paman dari aminah ibunda dari Rosululloh SAW.

Sa'ad masuk islam selagi berusia 17 thn, dan salah seorang diantara tiga orang yang paling dahulu masuk islam.

Keistimewaan yang dimiliki Sa'ad
1. dialah yg mula-mula melepaskan panah dalam membela Dien Alloh dan juga org yg mula-mula terlena anak panah.

2. Bahwa dia merupakan satu-satunya org yg dijamin oleh Rosulloh SAW dengan jaminan kedua orang tua beliau. Bersabdahlah Rosululloh SAW di waktu perang Uhud
" Panahlah hai Sa'ad ! Ibu bapakku menjadi jaminan bagimu. . ."

Sa'ad termasuk seorang kesatria berkuda Arab dan Muslimin yg paling berani. Ia mempunyai dua macam senjata yang amat ampuh panahnyah dan doanya. Jika ia memanah musuh dalam peperangan, pastilah akan mengenai sasarannya dan jika ia menyampaikan permohonan kepada Alloh SWT pastilah dikabulkan - Nya.

Hal itu disebabkan doa Rosulloh SAW juga bagi peribadinyah.

Doa Sa'ad bagai pedang yang tajam. Ia tak hendak berdoa bagi kerugian seseorang , kecuali dengan menyerahkan urusannya kepada Alloh.

Peristiwa yang diriwayatkan oleh Amir Bin Sa'ad

" Sa'ad mendengar seorang laki -laki memaki Ali, Thalha dan Zubair. Ketika dilarangnya ,org itu tak hendak menurut , maka katanya:" walau begitu saya doakan kamu kepada Alloh "
Ujar laki-laki itu : " rupanya kamu hendak menakut-nakuti aku, seolah-olah kamu adalah seorang Nabi"

Maka Sa'ad pun pergi wudhu dan shalat dua rakaat. Lalu diangkatnya kedua tangannyah " Ya Alloh SWT kiranya menurut ilmu Mu laki-laki ini telah memaki segolongan orang yang beroleh kebaikan dari -Mu, maka mohon dijadikan hal itu sebagai pertanda dan suatu pelajaran"
Tidak lama kemudian , tiba-tiba dari suatu pekarangan rumah, muncul seekor unta liar dan tanpa dapat dibendung masuk kedalam lingkungan org banyak seolah-olah ada yg dicarinya. Lalu diterjangnyah laki-laki tadi dan dibawanya ke bawah kakinya, serta beberapa lama menjadi bukan-bulanan injakan dan sepakannya hingga akhirnya tewas menemui ajalnyah. ."

Kenyataan ini pertama kali mengungkapkan kebeningan jiwa, kebenaran iman dan keikhlasannya yang mendalam. Begitu pula Sa'ad , jiwanya adalah jiwa yang merdeka ,keyakinan yg keras yg membaja serta keikhlasannya dalam dan tidak bernoda.

Dan untuk menopang ketakwaanya ia selalu memakan yang halal dan menolak dengan keras setiap dirham yg mengandung subhat.

Dalam kehidupan akhirnya Sa'ad termasuk kaum Muslimin yg kaya dan berharta. Waktu wafat, ia meninggalkan kelayaan yg tidak sedikit. Tapi biasanya harta banyak serta halal jarang sekali dapat terhimpun, maka ditangan Sa'ad hal itu telah terjadi. Ia dilimpahi harta banyak yg baik dan yg halal sekaligus.

Di samping itu ia dapat dijadikan maha guru juga dalam soal membersihkan harta. Dan kemampuannya dalam mengumpulkan harta dari barang bersih lagi halal, diimbangi,diatasi oleh kesanggupan menafkahkannya di jalan Alloh SWT.

Ketika Hajji Wada , Sa'ad ikut bersama Rosululloh SAW. Kebetulan ia jatuh sakit , maka Rosululloh datang menengoknyah.

Tanya Sa'ad "Wahai Rosululloh , saya punya harta dan ahli waris ku hanya seorang putri saja. Bolehkah saya shodaqohkan 2/3 hartaku? "Tidak " jawab Nabi.
"Kalau begitu separohnyah ?" Tanya Sa'ad pula. "Jangan" ujar Nabi.
" jadi 1/3 nya? "Benar" ujar Nabi, dan 1/3 itu pun sudah banyak , lebih baik anda meninggalkan ahli waris falam keadaan mampu daripada membiarkannya dalam keadaan miskin dan menadahkan tangannya kepada org lain. Dan setiap nafkah yg anda keluarkan dengan mengharapkan keridhoan  Alloh SWT pastilah akan diberi ganjaran, walau sesuap makan yg anda taruh di mulut istri anda"

Beberapa lama Sa'ad hanya mempunyai seorang puteri. Tetapi setelah peristiwa di atas, ia beroleh lagi beberapa org putera. Karena takutnya kepada Alloh SWT, Sa'ad sering menangis. Jika didengarnya Rosululloh berpidato dan menasehati umat, air matanya bercucuran hingga membasahi haribaannya. Ia adalah seorang sahabat yg diberi nikmat taufik dan diterima ibadahnyah.

Pada suatu hari ketika Rosullulloh sedang duduk-duduk bersama para sahabatnyah, tiba-tiba beliau menatap dan menajamkan pandangannyah ke arah ufuk bagai seorang yang sedang menunggu bisikan atau kata-kata rahasia. Kemudian beliau menoleh kepada para sahabat, sabdanya: " sekarang akan muncul di hadapan tuan-tuan seorang lelaki penduduk surga".

Para sahabatnyapun nengok kiri dan kanan dan kesetiap arah untuk melihat siapakah kiranya org berbahagia dan beruntung beroleh raufik dan karunia itu. Dan tidak lama antarannya

Munculah di hadapan mereka Sa'ad Bin Abi Waqqash.

Selang beberapa lama Abdullah bin Amr bin Ash  datang kepadanyah meminta jasa baiknyah dan mendesak agar menunjukkan kepadanya jenis ibadat dan amalan untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT, yg menyebabkan berhak menerima ganjaran tersebut yg telah diberitakannya sehingga menjadi daya tarik untuk mengerjakannya:

Maka ujar Sa'ad :" tak lebih dari amal ibadat yg biasa kita kerjakan, hanya saja saya tak pernah menaruh dendam atau niat jahat terhadap seorang pun diantara kaum Muslimin.

Nah itulah dia "singa yg selalu menyembunyikan kukunyah " yg diungkapkan oleh Abdurrahman bin Auf.

Dan inilah tokoh yg dipilih Umar untuk memimpin pertempuran Qadisiyah yg dasyat itu. Kenap memilihnya untuk melaksanakan tugas yg paling rumit yg sefang dihapi islam dan kaum Muslimin.

- ia adalah org yg maqbul doanya, jika ia memohon diberi kemenangan oleh Alloh SWT, pastilah akan dikabulkan -Nya.

- Ia seorang yg hati-hati dalam makan, terpelihara lisan dan suci hatinyah.

- salah seorang anggota pasukan berkuda di perang Badar. ,perang Uhud , pendeknya di setiap perjuangan bersenjata yg diikutinyah bersama Rosululloh SAW
- Dan satu lagi yg tak dapat dilupakan oleh Umar, suatu keistimewaan yg tak dapat diabaikan harga, nilai dan kepentingannya, serta harus dimiliki oleh orang yg hendak melakukan tugas penting, yaitu kekuatan dan ketebalan iman.

Umar tidak lupa akan kisah Sa'ad dengan ibunya sewaktu ia masuk Islam dan mengikuti Rosululloh , ketika itu segala usaha ibunya untuk membendung dan menghalangi puteranya dari Dien Alloh mengalami kegagalan.

Wanita itu menyatakan akan mogok makan dan minum, sampai Sa'ad bersedia kembali ke Dien nenek moyang dan kaumnyah. Rencana itu dilaksanakannya dengan tekad yg luar biasa, ia tak hendak menjamah makanan atau minuman hingga hampir menemui ajalnyah.

Tetapi Sa'ad tidak terpengaruh oleh hal tersebut, bahkan ia tetap pada pendiriannyah, ia tak hendak menjual Dien dan keimanannya dengan sesuatu apa pun, walau dengan nyawa ibunya sekalipun.

"Demi alloh , ketahuilah wahai ibunda seandainya bunda mempunyai 100 nyawa , lalu ia keluar satu per satu , tidaklah anak handa akan meninggalkan Dien ini walau ditebus dengan apapun juga. Maka terserahlah kepada bunda , aakah bunda akan makan atau tidak"

Akhirnya ibunya mundur teratur, dan turunlah wahyu

31/15
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Saat Sa'ad dikirim oleh Amirul Mu'minin untuk mengahalau pasukan Persi.

Dan kedua paaukan itu un bertemu. Tetapi belum, mereka belum lagi bertempur. Di sana Sa'ad masih menunggu bimbingan dan pengarahan dari Amirul Mu'minin Umar . . .Di bawah ini tertera surat Umar yg memerintahkannya segera berangkat ke Qadisyah, yang merupakan pintu gerbang memasuki Persi, ditancapkannya dalam hatinya kalimat berharga yg semuanya merupakan petunjuk dan Cahaya:

" Wahai Sa'ad bin Wuhaib! Janganlah anda terperdaya di hadapan Alloh SWT, mentang - mentang dikatakan kepada anda adalah paman dan sahabat Rosululloh SAW! Sungguh, tak ada hubungan keluarga antara seseorang dengan Alloh , sedang mereka hamba-Nya, mereka berlebih berkurang dalam kesehatan, dan akan beroleh karunia yg tersedia di sisi Alloh SWT dengan ketaatan. Maka perhatikanlah segala sesuatu yg pernah anda lihat pada Rosululloh SAW . Semenjak ia diutus sampai meninggalkan kita dan pegang teguhlah , karena itulah yg harus diikuti!

Kemudian katanya pula
"Tulislah kepada ku segala hal ikhwal tian-tuan bagaimana kedudukan tuan-tuan . . Terangkan sejelas2 nyah, hingga seolah-olah aku menyaksikannya sendiri keadaan tuan-tuan."

Sa'ad pun menulis surat kepada Amirul Mu'minin dan menuliskan segala sesuatu, hingga hampir saja diterangkannya tempat dan posisi tiap perajurit secara terperinci.

Baik kekuatan maupun kedudukannya sebagai pemimpin, tidak mampu mempengaruhi dan memperdayakan dirinya untuk mengandalkan pendapatnyah semata. Tetapi ia selalu menghubungi Amirul Mu'minin di Madinah yg jaraknyah demikian jauh, dengan mengirimnyah sepucuk surat setiap hari untuk bermusyawarah dan bertukar pendapat, padahal pertempuran besar itu telah hampir berkecamuk.

Suaranya yg berwibawa, penuh dengan kemauan  Dan semangat baja menyebabkan masig-masing perajurit itu berubah menjadi kesatuan yang utuh. Maka berjatuhanlah tentara Persi , bagai lalat-lalat yg berkaparan dan rubuhlag bersama mereka keberhalaan dan pemujaan api.

Kemudian sisa-sisa musuh tunggang langgang melarikan diri. Mereka di kejar tentara islam sampai pada akhirnya semua sisa tennyara Persi ini terhimpun di kota-kota Mada-in saja.

Sa'ad menyadari bahwa situasi medan dan nusim menguntungkan pihak penentang islam, karena antara pasukannya dan Madain terbentang sungai Tigris yg sangat lebar. Keimanan Sa'ad dan kepekatan hatinya akan nampak menonjol ketika menghadapi bahaya, hingga dapat menghadapi barang mustahil berkat keberanian yg luar biasa.

Ketika Sa'ad mencapai usia lanjut dan tibalah saat yerjadinya fitnah besar dan Sa'ad tak hendak mencampurinyah bahkan kepada keluarga, dan putra-putranya dipesankan dipesankan agar tidak menyampaikan suatu berita apa pun mengenai hal itu padanya.

Dan tatkala akhirnyah khilafah itu jatuh ke tangan Mu'awiyah dan kendali kekuasaan tergenggam  dalam tangannya, ditanyakan kepada Sa'ad
"Kenapa ands tidsk ikut berperang dipihak kami?"
Sa'ad menjawab sebagai berikut
"Saya tak hendak memerangi seorang lelaki - maksudnya Ali - yg mengenainya Rosululloh SAW pernah bersabdah :

Engkau disamping ku, tak ubahnyah seperti kedudukan Harun di samping Musa, tetapi engkau bukan Nabi tak ada lagi nabi sesudah Ku"

Suatu hari pada tahun 54 H , yakni ketika usia Sa'ad lebih dari 80 thn , ia sedang berada di rumahnyah di Aqiq , sedang bersiap-siap menemui Alloh SWT

Dengan membawa kenang-kenangan yg paling manis dan mengharukan , yg telah menghubungkan dengan Dien Islam dan mempertemukan dengan Rosul -Nya

. . .itulah sebabnyah ia memberi isyarat ke arah peti simpanannya, yg ketika mereka buka dan keluarkan isinyah, ternyata sehelai kain tua yg telah usang dan lapuk. Disuruhnya keluarganya mengafani mayatnyah nanti dengan kain itu katanyah:

" telah kuhadapi org-org musrik waktu perang Badar dengan memakai kain itu dan telah kusimpan kain itu sekian lama untuk keperluan sampai pada hari ini"

Memang kain usang yg telah lapuk itu tak dapat dianggap sebagai kain biasa . Ia adalah panji-panji yg senantiasa berkibar di puncak kehidupan tinggi dan panjang yang dilalui pemiliknyah dengan lulus dan beriman serta gagah berani.

Selamat jalan wahai Sa'ad
Selamat jalan wahai pahlawan Qadisiyah , pembebas Madain dan pemadam api pujaan di Persi untuk selama-lamanya.

Sesuatu yg menonjol pada
Sa'ad Bin Abi Waqqash

1.doa nya yg selalu diijabah oleh Alloh karena kebeningan jiwa, kebenaran iman, dan keikhlasannya yg mendalam.

2. Selalu memakan yg halal dan menolak dengan keras dirham yg mengandung subhat, terpelihara lisan dan suci hatinyah

3. Kemampuannya dalam mengumpulkan harta dari barang bersih dan halal,di imbangi dengan kesangupan menafkahkan hartanya di jalan alloh

4. Sangat takut kepada Alloh.

5. Ia adalah org yg diberikan taufik dan diterima ibadahnyah.

6. Tak pernah menaruh dendam atau niat jahat terhadap seorang pun diantara kaum Muslimin

7. Keyakinannya yg teguh kepada dien islam dan rosululloh.

8. Ketika mengambil keputusan selalu berkonsultasi dulu dengan Amirul Mu'minin

9. Suarnya yg berwibawa, penuh dengan kemauan dan semangat baja menyebakan perajuritnya bersatu.

*05. ABDULLAH BIN UMAR*

*SIANG HARI BERSAMA 60 SAHABAT ROSULULLOH*

*TEKUN BERIBADAH DAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLOH SWT*

Sewaktu telah berada di puncak usianya yang tinggi, ia berbicara: Saya telah bai’at kepada Rosululloh SAW saw Maka sampai saat ini, saya tak pernah belot atau mungkir janji. Dan saya tak pernah bai’at kepada pengobar fitnah.
Dalam kalimat-kalimat di atas tersimpul secara ringkas tapi padat kehidupan seorang laki-laki shalih yang lanjut usia, melebihi usia 80 tahun, dan telah memulai hubungannya dengan Rosululloh SAW dan Dien Islam semenjak berusia 13 tahun, yaitu ketika ia ingin menyertai ayahandanya dalam Perang Badar, dengan harapan akan beroleh tempat dalam deretan para pejuang, kalau tidak ditolak oleh Rosululloh SAW disebabkan usianya yang masih terlalu muda. Semenjak saat itu bahkan sebelumnya lagi, yakni ketika ia menyertai ayahandanya dalam hijrahnya ke Madinah, hubungan anak yang cepat matang kepribadiannya itu dengan Rosululloh SAW dan Dien Islam, mulai terjalin.

Diperhatikannya apa kiranya yang dilakukan oleh Rosululloh SAW mengenai sesuatu urusan, maka ditirunya secara cermat dan teliti. Misalnya Rosululloh SAW saw pernah melakukan shalat di suatu tempat, maka Ibnu Umar melakukannya pula di tempat itu. Di tempat lain umpamanya Rosululloh SAW saw. pernah berdu’a sambil berdiri, maka Ibnu Umar berdo’a di tempat itu sambil berdiri pula. Di sana Rosululloh SAW pernah berdo’a sambil duduk, maka Ibnu Umar berdo’a di sana sambil duduk pula. Rosululloh SAW pernah turun dari punggung untanya pada suatu hari dan melakukan shalat dua raka’at, maka Ibnu Umar tak hendak ketinggalan melakukannya, jika dalam perjalanannya ia kebetulan lewat di daerah itu dan tempat itu.

Bahkan  ia takkan lupa bahwa unta tunggangan Rosululloh SAW berputar dua kali di suatu tempat di kota Mekah sebelum Rosululloh SAW turun dari atasnya untuk melakukan shalat dua raka’at, walaupun barangkali unta itu berkeliling dengan suatu maksud untuk mencari tempat baginya yang cocok untuk bersimpuh nanti. Tapi Abdullah ibnu Umar baru saja sampai di tempat itu, ia segera membawa untanya berputar dua kali kemudian baru bersimpuh, dan setelah itu ia shalat dua raka’at, sehingga persis sesuai dengan perbuatan Rosululloh SAW yang telah disaksikannya.

Orang-orang yang semasa dengannya mengatakan: “Tak seorang pun di antara shahabat -shahabat Rosululloh SAW yang lebih berhati-hati agar tidak terselip atau terkurangi sehuruf pun dalam menyampaikan Hadits Rosululloh SAW sebagai halnya Ibnu Umar!”
Pada suatu hari seorang penanya datang kepadanya untuk meminta fatwa. Dan setelah orang itu memajukan pertanyaan, Ibnu Umar menjawab “Saya tak tahu tentang masalah yang anda tanyakan itu.” Orang itu pun berlalulah, dan baru beberapa langkah ia meninggalkannya, Ibnu Umar bertepuk tangan seraya berkata dalam hatinya: “Ibnu Umar ditanyai orang tentang yang tidak diketahuinya, maka dijawabnya bahwa ia tidak tahu.”
Ia tidak hendak berijtihad untuk memberikan fatwa, karena takut akan berbuat kesalahan.  Dan juga ia menghindarkan diri dari jabatan qadli atau kehakiman, padahal jabatan ini merupakan jabatan tertinggi di antara jabatan kenegaraan dan kemasyarakatan; di samping menjamin pemasukan keuangan, diperolehnya pengaruh dan kemuliaan. Apa perlunya kekayaan, pengaruh dan kemuliaan itu bagi Ibnu Umar!
Dengan penolakannya itu tidaklah akan menyebabkan lowongnya kursi jabatan tersebut atau mengakibatkannya jatuh ke tangan orang-orang yang tidak berwenang. Telah tertanam dalam kehidupan pribadi Ibnu Umar untuk selalu membina dan meningkatkan diri agar lebih sempurna ketaatan dan ibadahnya kepada ALLOH SWT.
Apalagi bila dikaji kehidupan Dien Islam di waktu itu, ternyata bahwa dunia telah terbuka pintunya bagi Kaum Muslimin, harta kekayaan melimpah ruah, pangkat dan kedudukan bertambah-tambah. Daya tarik harta dan kedudukan itu telah merangsang dan mempesona hati orang-orang beriman, menyebabkan bangkitnya sebagian shahabat Rosululloh SAW — di antaranya Ibnu Umar — mengibarkan bendera perlawanan terhadap rangsangan dan godaan itu. Caranya ialah dengan menyediakan diri mereka sebagai contoh teladan dalam yuhud dan keshalihan, menjauhi kedudukan-kedudukan tinggi, mengatasi fitnah dan godaannya.

Di waktu remajanya ia pernah bermimpi yang oleh Rosululloh SAW dita’birkan bahwa qiyamul lail itu nantinya akan menjadi campuran tumpuan cita Ibnu Umar, “Di masa Rosululloh SAW saw. saya bermimpi seolah-olah di tanganku ada selembar kain beludru. Tempat mana saja yang saya ingini di surga, maka beludru itu akan menerbangkanku ke sana.
Lalu tampak pula dua orang yang mendatangiku dan ingin membawaku ke neraka. Tetapi seorang Malaikat menghadang mereka, katanya: Jangan ganggu! Maka kedua orang itu pun meluangkan jalan bagiku.
Oleh Hafshah, yaitu saudaraku, mimpi itu diceriterakannya kepada Rosululloh SAW saw. Maka sabda Rosululloh SAW saw.:
“Akan menjadi laki-laki paling utamalah Abdullah itu, andainya ia sering shalat malam dan banyak melakukannya!“
Maka semenjak itu sampai akhir hayatnya, Ibnu Umar tidak pernah meninggalkan qiyamul lail baik di waktu ia mukim atau musafir. Yang dilakukannya ialah shalat, membaca al-Quran dan banyak berdzikir menyebut nama ALLOH SWT., dan yang sangat menyerupai ayahnya ialah air matanya bercucuran bila mendengar ayat-ayat peringatan dari al-Quran.
Ibnu Umar termasuk orang yang hidup ma’mur dan berpenghasilan banyak. Ia adalah seorang saudagar yang jujur dan berhasil dalam sebagian benar dari kehidupannya. Di samping itu gajinya dari Baitulmal tidak sedikit pula: Tetapi tunjangan itu tidak sedikit pun disimpannya untuk dirinya pribadi, tetapi dibagi-bagikan sebanyak-banyaknya kepada orang-orang miskin, yang kemalangan dan peminta-minta.

Pada suatu hari Ibnu Umar menerima uang sebanyak empat ribu dirham dan sehelai baju dingin. Pada hari berikutnya Ibnu Wa-il melihatnya di pasar sedang membeli makanan untuk hewan tunggangannya secara berutang. Maka pergilah Ibnu Wa-il mendapatkan keluarganya, tanyanya: Bukankah kemarin Abu
Abdurrahman — maksudnya Ibnu Umar — menerima kiriman empat ribu dirham dan sehelai baju dingin? ” “Benar”, ujar mereka.
Kata Ibnu Wa-il: “Saya lihat ia tadi di pasar membeli makanan untuk hewan tunggangannya dan tidak punya uang untuk membayarnya. “
Ujar mereka: “Tidak sampai malam hari, uang itu telah habis dibagi-bagikannya. Mengenai baju dingin, mula-mula dipakainya, lalu ia pergi ke luar. Tapi ketika kembali, baju itu tidak kelihatan lagi; dan ketika kami tanyakan, jawabnya bahwa baju itu telah diberikannya kepada seorang miskin! “
Maka Ibnu Wa-il pun pergilah sambil menghempas-hempaskan kedua belah telapak tangannya satu sama lain, dan pergi menuju pasar. Di sana ia naik ke suatu tempat yang tinggi dan berseru kepada orang-orang pasar, katanya: “Hai kaum pedagang! Apa yang tuan-tuan lakukan terhadap dunia? Lihat Ibnu Umar, datang kiriman kepadanya se-banyak empat ribu dirham, lalu dibagi-bagikannya hingga esok pagi ia membelikan hewan tunggangannya makanan secara utang! “
Dan kedermawanan ini, baginya bukanlah sebagai alat untuk mencari nama, atau agar dirinya menjadi buah bibir dan sebutan orang. Oleh sebab itu pemberiannya hanya ditujukannya kepada fakir miskin dan yang benar-benar membutuhkan. Jarang sekali makan seorang diri, karena pasti disertai oleh anak-anak yatim dan golongan melarat. Sebaliknya ia seringkali memarahi dan menyalahkan sebagian putera-puteranya, ketika mereka menyediakan jamuan untuk orang-orang hartawan, dan tidak mengundang fakir miskin, katanya: “Kalian mengundang orangorang yang dalam kekenyangan, dan kalian biarkan orang-orang yang kelaparan!”

Bagi Ibnu Umar harta itu adalah sebagai pelayan, dan bukan sebagai tuan atau majikan! Harta hanyalah alat untuk mencukupi keperluan hidup dan bukan untuk bermewah-mewahan. Dan hartanya itu bukanlah miliknya semata, tapi padanya ada bagian tertentu haq fakir miskin, jadi merupakan hak yang serupa tak ada hak istimewa bagi dirinya.

Salah seorang shahabatnya yang baru pulang dari Khurasan menghadiahkan sehelai baju halus yang indah kepadanya, serta katanya: “Saya bawa baju ini dari Khurasan untukmu! Dan alangkah senangnya hatiku melihat kamu menanggalkan pakaianmu yang kasar ini, lalu menggantinya dengan baju baru yang indah ini!”
“Coba lihat dulu”, jawab Ibnu Umar. Lalu dirabanya baju itu dan tanyanya: “Apakah ini sutera?” “Bukan”, ujar kawannya itu, “itu hanya katun”. Ibnu Umar mengusap-usap baju itu sebentar, kemudian diserahkannya kembali, katanya: “Tidak, saya khawatir terhadap diriku! Saya takut ia akan menjadikan diriku sombong dan megah, sedang ALLOH SWT tidak menyukai orang-orang sombong dan bermegah diri“
Pada suatu hari, seorang shahabat memberinya pula sebuah kotak yang berisi penuh.
“Apa isinya ini?”, tanya Ibnu Umar.
Jawab shahabatnya: “Suatu obat istimewa, saya bawa untukmu dari Irak!”
“Obat untuk penyakit apa”, tanya Ibnu Umar pula.
“Obat penghancur makanan untuk membantu pencernaan”.
Ibnu Umar tersenyum, katanya kepada shahabat itu: “Obat penghancur makanan? Selama empat puluh tahun ini saya tak pernah memakan sesuatu makanan sampai kenyang!”

Ibnu Umar dikaruniai umur panjang dan mengalami masa Bani Umaiyah, di mana harta melimpah ruah, tanah tersebar luas dan kemewahan meraja-lela di kebanyakan rumah, bahkan katakanlah di mahligai-mahligai dan istana-istana! Tapi walau demikian, namun gunung yang mulia ini tetap tegak dan tak tergoyahkan, tak hendak beranjak dari tempatnya dan tak hendak bergeser dari sifat wara’ dan zuhudnya.
Seandainya ia tidak takut kepada ALLOH SWT, tentulah ia akan ikut merebut dunia dan tentulah ia akan berhasil. Tetapi ia tidak perlu berebutan, karena dunia datang sendiri kepadanya, merayunya dengan berbagai kesenangan.

Dengan bermulanya masa Bani Umayah, corak kehidupan mengalami perubahan. Masa itu boleh disebut sebagai masa kelonggaran dalam segala hal, kelonggaran yang tidak saja sesuai dengan keinginan keinginan pemerintah, tetapi juga dengan keinginan-keinginan pribadi dan golongan. Ibnu Umar tetap bertahan dengan segala keutamaannya. Sungguh, ia telah berhasil menjaga tujuan mulia dari kehidupannya sebagai diharapkannya, hingga orang-orang yang semata dengannya melukiskannya sebagai berikut: “Ibnu Umar telah meninggal dunia, dan dalam keutamaan tak ubahnya ia dengan Umar”.

*Ibroh yang bisa kita ambil dari perjalanan Abdullah bin Umar:*
1. Ilmunya yang dia pelajari dari sosok Rosululloh dan ayahnya sendiri Umar dapat ia contoh dalam kehidupan sehari-harinya. Bukan hanya sekedar wawasan.
2. Kerendahan hatinya kepada siapapun
3. Kebulatan tekad dan keteguhan pendirian kepada Dien Islam
4. Kedermawanan dirinya dalam bersedekah kepada fakir dan miskin. Sehingga tidak pernah menumpuk hartanya untuk kepentingan sendiri.
5. Ketekunannya dalam beribadah baik wajib maupun sunnat sampai akhir hayatnya.

*Mari Kita Berguru Pada Air*

Assalamu alaikum wa rohmatullohi wa barokatuh..

Smoga smuanya slalu brada dlm Rahmat dan kasih sayang Alloh SWT...

Alloh SWT berfirman:
_"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Alloh) bagi orang yang berakal,"_
_"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka."_
QS.Ali 'Imran (3)/190-191

Air adalah makhluk ciptaan ALLOH...
Air adalah hamba ALLOH yg setia taat patuh kpada perintah ALLOH...

Kita juga, Manusia adalah ciptaan dan hamba ALLOH ...

Selayaknya, kita mjalani hidup kita sbagai hamba ALLOH sperti air...
Agar sukses hidup kita di Dunia dan di Akhirat....

Ada apa dengan air?

Mari kita berguru kpada air....

Air bersifat mengalah,
namun selalu tidak pernah kalah..
Air mematikan api dan membersihkan kotoran..

Kalau merasa sekiranya akan dikalahkan,
air meloloskan diri dalam bentuk uap dan kembali mengembun.

Air merapuhkan besi sehingga hancur menjadi abu...
Bilamana bertemu batu karang, dia akan berbelok untuk kemudian meneruskan perjalanannya kembali...

Air membuat jernih udara sehingga racun menjadi mati...
Air memberikan jalan pada hambatan dengan segala kerendahan hati.
Karena dia sadar bahwa tidak ada suatu kekuatan apapun yang dapat mencegah perjalanannya menuju lautan....

Air menang dengan mengalah,
dia tidak pernah menyerang, namun selalu menang pada akhirnya.....

Air bisa tersebar dimana-mana di seluruh daratan bumi ini, di dalam tubuh manusia, di dalam pohon dan di segala jenis makhluk....
Tetapi ia memiliki tujuan yang jelas yaitu “Laut”.

Pasti...
Air akan begerak dan mengalir ke laut,Tujuannya jelas, cita-citanya kuat. ...

Gerakannya tegas mengarah ke tujuan, langkahnya pasti menuju lautan....
Air turun dari gunung melalui jalur darat yang terjal, ia membuka hambatan-hambatan dengan penuh kelembutan, kesabaran dan keuletan.
Jika ia bertemu batu cadas yang keras, ia berkelok ke pinggirnya, jika dipinggirnya juga batu keras, ia tertawan.

Tapi....
Air tidak pernah menyerah, ia bergerak secara rahasia, menembus pori-pori batu mencari celah jalan walau hanya sebesar lubang jarum atau lebih kecil, merembes terus menelusuri lorong-lorong mikro kecil sibatu keras yang menawannya. Sehingga muncul mata air, air keluar dari bebatuan, atau dari tanah-tanah subur....

Sungguh....
perjalanan yang tidak mudah dibaca dari rupa air yang lembut tetapi berhati kuat tegas menuju cita-cita....

Jika Sang batu tidak bisa ditembus, karena sang batu berhasil merapatkan, dan memadatkan dirinya, tak sedikitpun memberi peluang air merembes, menerobos pertahanannya....

Maka, Sang air akan dengan sabar menunggu kawanan air lain datang berkumpul, bersekutu menghadapi kepungan batu keras tadi....
Jika sudah terkumpul, maka ia lampaui batu keras keatasnya dengan tenang tanpa menghancurkan batu keras tersebut...

Namun...
jika tidak bisa dilampaui, kadang sang air berubah menjadi uap, bersekutu dengan sang surya.
Naik ke atas namun tidak untuk menuju matahari, ia hanya sekedar menebar di udara menjadi titik titik uap yang berserakan untuk kemudian menjatuhkan diri dengan lembut menjadi embun karena tujuannya adalah Laut....

Tapi...
Jika Sang surya tidak bisa dijadikan sekutunya maka ia bergeriliya untuk melubangi batu keras itu secara perlahan-lahan namun pasti...
Tercipta rembesan rembesan ciptaan air, bukan lubang kecil bawaan sang batu...
Tapi...
jika tidk bisa juga?,
ia basahi, basahi, basahi batu itu agar menjadi rapuh...
Kadang sang batu terlalu kuat.
Lantas bagaimana sang air?
Apakah ia prustasi? patah semangat? Kehilangan orientasi menuju tujuannya?

Tidak tak ada kata menyerah kalah bagi sang air, ia teramat kukuh kuat memegang komitmen dan menuju cita-citanya....

Sepertinya lembut, sepertinya lemah,
sepertinya mengalah,
ia kuat, lebih kuat daripada batu atau baja yang mengepung dan menawannya.
Ia akan menampakan dengan kekuatan sesungguhnya,
ia hancurkan batu besar yang menawannya,
ia jebol pertahananya;
*“Luar Biasa!”.*

Kadang ia dipaksa membeku menjadi es. Namun pada waktunya ia bergerak mencair kembali...

Rupanya kekerasan dan kelembutan tidak sanggup menahan gerak laju sang air yang berkeras menuju cita cita perjalanannya....

Ia lembut namun tak bisa ditusuk, tak bisa dipatahkan, tak bisa dihancurkan dengan kekuatan apapun...

Dia tetap eksis walau dengan berubah wujud, kadang cair, bisa jadi padat bahkan bisa juga bersenyawa dengan udara menjadi uap....

Dia dinamis dan pleksibel dalam wujud tetapi identitasnya tetap, eksistensinya tetap “AIR”.

Formasinya juga fleksibel, jika ditampung dalam botol akan membentuk botol, jika ditampung dalam gelas akan membentuk gelas.

Dalam tubuh manusia, air akan keluar dalam format darah, keringat, nanah dan air mata.

Dlm mjalani hidup ini, agar tercapai damai dan bahagia, haruslah disikapi Dan dijalani dg flesibel walau melelahkan demi mencapai cita-cita.... 

Sifat air...
Fleksibel dalam format, dinamis dalam gerak, tetapi tetap eksistensinya dan tetap identitasnya.

Sperti Itulah smestinya kepribadian stiap mu'min Muslim dan Muttaqien dlm mjalani prikhidupan sehari hari dlm mjalani hidup nya sbagai hamba ALLOH agar sukses amanahnya selaku khalifatulloh....

Smoga ALLOH subhanahu wa ta'ala mjadikan hari hari Yg kita lalui snantiasa dpt meningkatkan kualitas keimanan keislaman serta ktaqwaan kita smua....
Amien ya robbal alamien.

Wassalam
Abdillah

04. Bilal bin Rabbah

#*MENJELANG FAJAR DENGAN KISAH SAHABAT*#

Bilal, siapakah gerangan sosok Bilal ini, tentunya tak perlu ditanyakan lagi.. Anda akan dapat menanyakan kepada setiap anak yang masih merangkak pada Sekolah dasarnya; baik di Mesir, Pakistan, Indonesia, Cina.. di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa dan Asia … di Irak, Syria, Turki, Iran dan Sudan... di Tunisia, Aljazair, dan Maroko… pendeknya di seluruh permukaan bumi yang didiami oleh Kaum Muslimin…. anda akan dapat menanyakan kepada setiap remaja Islam: "Siapakah Bilal itu, wahai buyung?" Tentulah akan keluar jawabannya yang lancar: "Ia adalah muaddzin Rasul. Asalnya seorang budak, yang disiksa oleh tuannya dengan batu panas, agar ia meninggalkan Islam, tetapi jawabnya: _"Ahad.. Ahad.. Alloh Yang Maha Tunggal... Alloh Yang Maha Tunggal…!_

Dan setelah anda lihat keabadian yang telah dianugerahkan Islam kepada Bilal... , bahwa sebelum Islam, Bilal ini tidak lebih dari seorang budak belian; yang menggembalakan unta milik tuannya dengan imbalan dua genggam kurma! Tanpa Islam, pastilah ia takkan luput dari kenistaan perbudakan —sampai maut datang merenggutnya - dilupakan begitu saja bagai tak ada bekas jejaknya…. Tetapi kebenaran iman dan keagungan Agama yang diyakini-nya telah meluangkan baginya dalam suatu kedudukan tinggi pada deretan tokoh-tokoh Islam dan orang-orang sucinya...! Kehitaman warna kulit; kerendahan kasta dan bangsa, serta kehinaan dirinya di antara manusia selama itu sebagai budak belian, sekali-kali tidaklah menutup pintu baginya untuk menempati kedudukan tinggi yang dirintis oleh kebenaran, keyakinan, kesucian dan kesungguhannya setelah ia memasuki Agama Islam.

Corak kepahlawanan apakah, dan bentuk kebesaran manakah yang ditonjolkan oleh ketiga kata-kata ini, _Bilal bin Rabah..._? Ia seorang Habsyi dari golongan orang berkulit hitam. Taqdir telah membawa nasibnya menjadi budak dari Bani Jumah di kota Mekah, karena ibunya salah seorang hamba sahaya mereka. Kehidupannya tidak berbeda dengan budak biasa. Hari-harinya berlalu secara rutin tapi gersang, tidak memiliki sesuatu pada hari itu, tidak pula menaruh harapan pada hari esok.

Dan berita-berita mengenai Muhammad saw. telah mulai sampai ke telinganya, yakni ketika orang-orang di Mekah menyampaikan-nya dari mulut ke mulut. Juga ketika mendengar obrolan majikannya bersama tetamunya; terutama majikannya Umayah bin khdaf, salah seorang pemuka Bani Jumah.

Lamalah sudah didengarnya Umayah ketika membicarakan Rasulullah; mengeluarkan kata-kata
berbisa; penuh dengan rasa amarah, tuduhan dan kebencian. Dan didengar pula oleh Bilal, perihal agama yg dibawanya, yg bagi pandangan Bilal adalah suatu agama yg membawa sifat-sifat yang baru, berbeda dengan yg ada dari sudut pandang lingkungan di mana ia tinggal. Sebagaimana juga di antara ucapan-ucapan yang keras penuh ancaman itu, tapi pula kedengaran olehnya pengakuan mereka akan kemuliaan Muhammad saw., tentang kejujuran dan keterpercayaannya…

Benar, didengarnya mereka ta‘jub dan keheranan terhadap ajaran yang dibawa oleh Muhammad saw.! Sebagian mereka mengatakan kepada yang lain: "Tidak pernah Muhammad saw. berdusta atau menjadi tukang sihir... tidak pula sinting atau berubah akal... , walau kita terpaksa menuduhnya demikian, demi untuk membendung orang-orang yang berlomba-omba memasuki Agamanya! " Didengarnya pula mereka berbisik-bisik mengenai sebab yang mendorong mereka menentang dan memusuhinya, yaitu: pertama kesetiaan mereka terhadap kepercayaan yang diwariskan nenek moyangnya; dan kedua kekhawatiran merosotnya kemuliaan Quraisy.

Pada suatu hari, Bilal bin Rabah melihat Nur Ilahi dan mendengar imbauannya dalam lubuk hatinya yang suci murni. Maka ia mendapatkan Rasulullah saw. dan menyatakan keislamannya. Dan tidak lama antaranya, berita rahasia keislaman Bilal terungkaplah …. dan beredar di antara kepala tuan-tuannya dari Bani Jumah, yakni kepala-kepala yang selama ini ditiup oleh kesombongan dan ditindih oleh kecongkakan... ! Maka setan-setan di muka bumi tampillah bermunculan dan bersarang dalam dada Umayah bin Khalaf, yang menganggap keislaman seorang hambanya sebagai tamparan pahit yang menghina dan menjatuhkan kehormatan mereka semua …. Apa... ? Budak mereka orang Habsyi itu masuk Islam dan menjadi pengikut
Muhammad... ?

Pada suatu ketika, di tengah hari bulat; waktu padang pasir berganti rupa menjadi neraka jahannam, mereka membawanya ke luar, lalu melemparkannya ke pasir yang bagai menyala dalam keadaan telanjang, kemudian beberapa orang laki-laki mengangkat batu besar panas laksana bara, dan menjatuhkannya ke atas tubuh dan dadanya …. Siksaan kejam dan biadab ini mereka ulangi setiap hari, hingga karena dahsyatnya lunaklah hati beberapa orang di antara algojo-algojo yang menaruh kasihan kepadanya. Mereka berjanji dan bersedia melepaskannya asal saja ia mau menyebut nama tuhan-tuhan mereka secara baik-baik walau dengan sepatah kata sekalipun — tak usah lebih — yang akan menjaga nama baik mereka di mata umum, hingga tidak menjadi buah pembicaraan bagi orang-orang Quraisy bahwa mereka telah mengalah dan bertekuk lutut kepada seorang budak yang gigih dan keras kepala. Memang, ditolaknya mengucapkan hal itu, dan sebagai gantinya diulang-ulanglah senandungnya yang abadi: "_Ahad.. Ahad.. Alloh Yang Maha Tunggal... Alloh Yang Maha Tunggal…!_"

Waktu pagi hampir berlalu, waktu dhuhur dekat menjelang, dan Bilal pun dibawa orang ke padang pasir, tetapi tetap shabar dan tabah, tenang tak tergoyah. Sementara mereka menyiksanya, tiba-tiba datanglah Abu Bakar Shiddiq, serunya: "Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki karena mengatakan bahwa Tuhanku ialah Allah?" Kemudian katanya kepada Umayah bin Khalaf: "Terimalah ini untuk tebusannya, lebih tinggi dari harganya, dan bebaskan ia … !" Bagai orang yang hampir tenggelam, tiba-tiba diselamatkan oleh sampan penolong, demikianlah halnya Umayah saat itu; hatinya lega dan merasa amat beruntung demi didengarnya Abu Bakar hendak menebus budaknya. la telah berputus asa akan dapat menundukkan Bilal.

Setelah Rasulullah saw. bersama Kaum Muslimin hijrah dan menetap di Madinah, beliau pun mensyari‘atkan adzan untuk melakukan shalat. Maka siapakah kiranya yang akan menjadi muaddzin untuk shalat itu sebanyak lima kali dalam sehari semalam... yang suara takbir dan
tahlilnya akan berkumandang ke seluruh pelosok … ? Ialah Bilal . . . , yang telah menyerukan: "_Ahad.. Ahad.. Alloh Yang Maha Tunggal... Alloh Yang Maha Tunggal…!_"  semenjak 13 tahun yang lalu, sementara siksaan membantai dan menyelai tubuhnya. Pada hari itu pilihan Rasulullah jatuh atas dirinya sebagai muaddzin pertama dalam Islam. Dan dengan suaranya yang merdu dan empuk diisinya hati dengan keimanan dan telinga dengan keharuan, sementara seruannya menggemakan:

"_Allahu Akbar.. Allahu Akbar..__
_Allahu Akbar … Allahu Akbar_
_Asyhadu allailaha illallah_
_Asyhadu allailaha illallah_
_Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah _
_Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah _
_Hayya 'alas shalah_
_Hayya 'alas shalah_
_Hayya 'alal falah_
_Hayya 'alal falah_
_Allahu Akbar... Allahu Akbar_
_La ilaha illallah..._ "

Antara Kaum Muslimin dan tentara Quraisy yang datang menyerang Madinah terjadi peperangan... Pertempuran berkecamuk dengan amat sengit dan dahsyat, sementara Bilal maju dan menerjang dalam perang pertama yang diterjuni Islam itu, yaitu Badar..., yang sebagai semboyannya dititahkan oleh Rasulullah menggunakan ucapan: "_Ahad..! Ahad..!_"

Mendengar barisan Kaum Muslimin maju bergerak dengan semboyannya: "_Ahad..! Ahad..!_", maka jantung Umayah pun bagai tercabut dari urat akarnya dan rasa takut mengancam dirinya... Kalimat yang kemarin diulang-ulang oleh hambanya di bawah tekanan siksa dan dera, sekarang telah menjadi semboyan dari suatu Agama secara utuh, dan dari suatu ummat yang baru secara keseluruhan.. "_Ahad..! Ahad..!_" Demikianlah dan dengan kecepatan seperti ini..., serta pertumbuhan yang demikian besar … ? Singkat cerita, dalam peperangan itu Umayah tewas setelah terciduk tentara Muslimin dengan Bilal ada diantaranya.

Perjalanan hidup Bilal dilalui dengan penuh kemuliaan, dari peperangan ke peperangan, hingga ketika penaklukan Mekkah, Bilal menemani Rasul memasuki Kabah, dan mendapat perintah mengumandangkan azan disana, untuk kisah perjalanan yang lebih komplit, maka bacalah buku _*Karakteristik 60 Sahabat*_.

Akhir masa hidup Bilal dihabiskan di Syira, disitulah Bilal mengumandangkan azan nya yg terakhir.. ketika itu Umar sebagai Amirul Mu‘minin datang ke Syria. Orang-orang menggunakan kesempatan tersebut dengan memohon kepada khalifah untuk meminta Bilal menjadi muaddzin bagi satu shalat saja. Amirul Mu‘minin memanggil Bilal; ketika waktu shalat telah tiba, maka dimintanya ia menjadi muaddzin. Bilal pun, naik ke menara dan adzanlah.... . Shahabat shahabat yang pernah mendapati Rasulullah di waktu Bilal menjadi muaddzinnya sama-sama menangis mencucurkan air mata, yang tak pernah mereka lakukan selama ini …

*IBROH:*
# Raihlah Kemerdekaan yg Hakiki dengan memurnikan ketaatan hanya pada Alloh, dengan bertauhid yg sebenar-benarnya di dalam Dien Islam
# Raihlah kemuliaan dengan keimanan yang sepenuhnya, keteguhan menghadapi ujian dan cobaan, kesungguhan membela tauhid, semangat membara dalam berjihad.

*03. ABU DZAR AL-GHIFARI*

Semalam bersama 60 sahabat Rosul

Abu Dzar al Ghifari RA, yang nama aslinya Jundub bin Janadah berasal dari Bani Ghifar yang tinggal jauh dari kota Makkah, tetapi ia merupakan kelompok sahabat yang pertama memeluk Islam(as sabiqunal awwalun). Ia termasuk orang yang menentang pemujaan berhala pada jaman jahiliah, karena itu ia langsung tertarik ketika mendengar kabar tentang seorang nabi yang mencela berhala dan para pemujanya.
Ia merupakan orang dewasa ke lima atau ke enam yang memeluk Islam. Ketika ia menceritakan kepada Nabi SAW bahwa ia berasal dari Ghifar, beliau tersenyum penuh kekaguman. Bani Ghifar terkenal sebagai perampok yang suka mencegat kafilah dagang di belantara padang pasir. Mereka sangat ahli melakukan perjalanan di malam hari, gelap gulita bukan halangan bagi mereka, karena itu kabilah ini sangat ditakuti oleh kafilah dagang. Nabi SAW makin takjub ketika mengetahui bahwa  Abu Dzar datang sendirian hanya untuk mendengar dan mengikuti risalah Islam yang beliau bawa, yang sebenarnya baru didakwahkan secara sembunyi-sembunyi. Beliau hanya bisa berkata, "Sungguh Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendakiNya…"
Setelah keislamannya, beliau menyarankan agar ia menyembunyikan keimanannya dan kembali kepada kaumnya sampai waktunya Allah memberikan kemenangan. Karena sebagai perantau yang sendirian, akan sangat berbahaya jika diketahui ia telah memeluk agama baru yang menentang penyembahan berhala. Ia bisa memahami saran beliau tersebut, tetapi jiwa seorang Ghifar yang pantang takut dan menyerah seolah memberontak, ia berkata, "Demi Tuhan yang menguasai nyawaku, aku takkan pulang sebelum meneriakkan keislamanku."
Ia berjalan ke Masjidil Haram, dan di sana ia meneriakkan syahadat sekeras-kerasnya. Itulah teriakan dan lantunan keras syahadat yang pertama di masjidil haram, dan mungkin juga yang pertama di bumi ini. Tak ayal lagi orang-orang musyrik merubung dan memukulinya hingga ia jatuh pingsan.
Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi SAW yang mendengar kabar tersebut segera  datang ke masjid, tetapi melihat kondisinya, tidak mudah melepaskan Abu Dzar dari kemarahan massa, karena itu ia berkata diplomatis, "Wahai orang Quraisy, dia adalah orang dari Kabilah Bani Ghifar. Dan kalian semua adalah kaum pedagang yang selalu melewati daerah mereka. Apa jadinya jika mereka tahu kalian telah menyiksa anggota keluarganya??"Merekapun melepaskannya.     
Kembali ke daerahnya, Abu Dzar mendakwahkan risalah Islam kepada kaumnya, sehingga sedikit demi sedikit mereka memeluk Islam. Ia juga mendakwahkan kepada kabilah tetangganya, Bani Aslam, sehingga cahaya hidayah menerangi kabilah ini. Beberapa tahun kemudian ketika Nabi SAW sudah tinggal di Madinah, serombongan besar manusia datang dengan suara gemuruh, kalau tidaklah gema takbir yang terdengar, pastilah mereka mengira sedang diserang musuh. Ternyata mereka adalah Kabilah Bani Ghifar dan Bani Aslam, dua kabilah yang terkenal jadi momok perampokan kafilah dagang di belantara padang pasir, berkamuflase menjadi raksasa pembela kebenaran dan penebar kebaikan. Dan hidayah Allah  tersebut datang melalui tangan Abu Dzar.
*Rombongan kabilah Ghifar sampai di Madinah*
Hari-hari berlalu mengikuti peredaran masa, Rasulullah telah hijrah ke Madinah dan menetap di sana bersama Kaum Muslimin. Pada suatu hari, satu barisan panjang yang terdiri atas para pengendara dan pejalan kaki menuju pinggiran kota, meninggalkan kepulan debu di belakang mereka. Kalau bukanlah bunyi suara takbir mereka yang gemuruh, tentulah.yang melihat akan menyangka mereka itu suatu pasukan tentara musyrik yang hendak menyerang kota. Rombongan besar itu semakin dekat . . . lalu masuk ke dalam. kota … dan menujukan langkah mereka ke masjid Rasul ullah dan tempat kediamannya. Ternyata rombongan itu tiada lain dari kabilah-kabilah Ghifar dan Aslam yang dikerahkan semuanya oleh Abu Dzar dan tanpa kecuali telah masuk Islam; laki-laki, perempuan, orang tua, remaja dan anak-anak.
Rasulullah melayangkan pandangannya kepada wajah-wajah yang berseri-seri, pandangan yang diliputi rasa haru dan cinta kasih. Sambil menoleh kepada suku Ghifar, ia bersabda: Suku Ghifar telah dighafar — diampuni — oleh Allah. Kemudian sambil menghadap kepada suku Aslam, sabdanya pula :Suku Aslam telah disalam — diterima dengan damai oleh Allah. Begitu utama karakter & sifat Abu Dzar, sampai Rasulullah bersabda: Takkan pernah lagi dijumpai di bawah langit ini, orang yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar. Sungguh, Rasulullah saw. bagai telah membaca hari depan shahabatnya itu, dan menyimpulkan kesemuanya pada kalimat, tersebut. Kebenaran yang disertai keberanian, itulah prinsip hidup Abu Dzar secara keseluruhan! Benar bathinnya, benar pula lahirnya. Benar ‘aqidahnya, benar pula ucapannya.
Ia akan menjalani hidupnya secara benar, tidak akan melakukan kekeliruan. Dan kebenarannya itu bukanlah keutamaan yang bisu, karena bagi Abu Dzar, kebenaran yang bisu bukanlah kebenaran! yang dikatakan benar ialah menyatakan secara ter buka dan terus terang, yakni menyatakan yang haq dan menentangyang bathil, menyokong yang betul dan meniadakan yang salah. Benar itu kecintaan penuh terhadap yang haq, mengemukakan nya secara berani dan melaksanakannya secara terpuji.

*Masa Khulafaurasyidin*
Masa Rasulullah berlalulah sudah, disusul kemudian oleh masa. Abu Bakar, kemudian masa Umar. Dalam kedua Khilafah ini masih dapat dijinakkan sebaik-baiknya godaan hidup dan unsur-unsur fitnah pemecah belah, hingga nafsu angkara yang haus dahaga tidak beroleh angin atau mendapatkan jalan.
Akan tetapi setelah khalifah besar yang teramat adil dan paling mengagumkan di antara tokoh kemanusiaan telah pergi, terasa adanya kehampaan dalam kepemimpinan. Bahkan hal tersebut menimbulkan kemunduran yang tak dapat dikuasai dan dibatasi oleh tenaga manusia. Sementara itu meluasnya ajaran Al-Islam ke berbagai pelosok dunia menumbuhkan ke makmuran hidup. Orang yang tidak dapat menahan godaan dunia banyak yang terjerumus ke dalam kemewahan yang melebihi batas. Abu Dzar melihat bahaya ini …
Abu Dzar menujukan sasarannya yang pertama terhadap poros utama kekuasaan dan gudang raksasa kekayaan, yaitu Syria, tempat bercokolnya Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang memerintah wilayah Islam paling subur, paling banyak hasil bumi dan paling kaya dengan barang upetinya. Mu’awiyah telah memberikan dan membagi-bagikan harta tanpa perhitungan, dengan tujuan untuk mengambil hati orang-orang terpandang dan berpengaruh, dan demi terjaminnya masa depan yang masih dirindukannya.

Dengan tidak merasa gentar ditanyainya Mu’awiyah tentang kekayaannya sebelum menjadi wali negeri dan kekayaannya sekarang, Mengenai rumah yang dihuninya di Mekah dulu, dan mahligai-mahligainya, yang ter dapat di Syria dewasa ini, Kemudian dihadapkannya pertanyaan kepada para shahabat yang duduk di sekelilingnya, yaitu yang ikut bersama Mu’awiyah ke Syria dan telah memiliki gedung-gedung serta, tanah-tanah
pertanian yang luas pula. Lalu ia berseru kepada semua yang hadir: “Apakah tuan-tuan yang sewaktu Qur’an diturunkan kepada Rasulullah, ia berada di lingkungan tuan-tuan”. dijawaban pertanyaan itu oleh Abu dzar sendiri, katanya: “Benar, kepada tuan-tuanlah alQuran diturunkan, dan tuan-tuanlah yang telah mengalami sendiri berbagai peperangan!” Kemudian diulangi pertanyaannya: “Tidakkah tuan-tuan jumpai dalam alQuran ayat ini”: Dan orangorang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafqahkannya di jalan Allah, bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. Yaitu ketika emas dan perak dipanaskan dalam api neraka, lalu diseterikakan ke kening, ke pinggang dan ke punggung mereka — sambil dikata kan —. Nah, inilah dia yang kalian simpan untuk diri kalian itu, maka rasailah akibatnya!”(Q.S. 9 atTaubah:24 — 35). Mu’awiyah memotong jalan pembicaraannya, katanya: “Ayat ini diturunkan kepada Ahlul Kitab!”, “tidak!”, seru Abu Dzar; “bahkan ia diturunkan kepada kita dan kepada mereka!”. Abu Dzar menasehati Mu’awiyah & para anak buahnya agar melepaskan harta kekayaan itu & tidak menyimpan untuk diri sendiri kecuali sekedar keperluan sehari-hari.

Mu’awiyah yang cemas akan perbuatan Abu Dzar, menulis surat kepada Kholifah Utsman r.a yang isi nya: “Abu Dzar telah merusak orang-orang Syria”. Kemudian Abu Dzar pun bergegas ke madinah. “Aku tidak memerlukan dunia tuan-tuan. . ”Demikianlah jawaban yang diberikan oleh Abu Dzar kepada Utsman setelah ia tiba di Madinah, yakni setelah berlangsung diskusi yang lama antara mereka. Utsman menyadari bahwa aksi yang di lakukan oleh Abu Dzar akan membawa distabilitas negara, dikarenakan dukungan sebagian besar rakyat terhadap pendapat Abu Dzar. Maka Utsman memutuskan untuk membatasi ruang gerak Abu Dzar, yaitu dengan menawari beliau untuk tinggal di Madinah. katanya: “Tinggallah di sini di sampingku! Disediakan bagimu unta
yang gemuk, yang akan mengantarkan susu pagi dan sore!” “Aku tak perlu akan dunia tuan-tuan!”, ujar Abu Dzar.
Abu Dzar meminta kepada khalifah Ustman agar diberi izin tinggal di Rabadzah. Pada suatu hari sewaktu ia sedang berada di Rabadzah, datanglah perutusan dari Kufah memintanya untuk mengibarkan bendera pemberontakan terhadap khalifah. Maka disemburnya mereka dengan kata-kata tegas sebagai berikut: “Demi Allah, seandainya Utsman hendak menyalibku di tiang kayu yang tertinggi atau di atas bukit sekalipun, tentulah saya dengar titahnya dan saya taati, saya ber-shabar dan sadarkan diri, dan saya merasa bahwa demikian adalah yang sebaikbaiknya bagiku . . .! ““Dan seandainya ia menyuruhku berkelana dari ujung ke ujung dunia, tentulah akan saya dengar dan taati, saya bershabar dan sadarkan diri, dan saya merasa bahwa demikian adalah yang sebaikbaiknya bagiku . . .!” “Begitu pun jika ia meyuruhku pulang ke rumahku, tentulah akan saya dengar dan taati, saya bershabar dan sadarkan diri, dan saya merasa bahwa –demikian adalah yang sebaikbaiknya bagiku … !”
Abu Dzar berkeinginan agar tak seorang pun di antara shaha bat Rasul menjadi pejabat atau pengumpul harta, tetapi hendak lah mereka tetap menjadi pelopor kepada hidayah Allah dan pengabdi bagiNya. Ia telah mengenali benar tipu daya dunia dan harta ini. Telah pula didengarnya Nabi saw. memperingatkan shahabat akan daya tarik dari jabatan ini dan dinasihatkannya:
Ini merupakan amanat, dan di hari qiamat menyebab kan kehinaan dan penyesalan . . . , kecuali orang yang mengambilnya secara benar, dan menunaikan kewajiban yang dipikulkan kepadanya . . . “
Hidupnya dibaktikan untuk menentang penyalahgunaan kekuasaan dan penumpukan harta! Untuk Menjatuhkan yang salah dan menegakkan yang benar! Mengambil alih tanggung jawab untuk menyampaikan nasihat dan per ingatan!

*Wafatnya Abu Dzar Al-Ghifari*
Saat akhir kehidupannya, ketika Abu Dzar mengalami sakaratul maut, istri yang menungguinya menangis. Ia berkata,  "Apa yang engkau tangisi, padahal maut itu pasti datang??"
"Bukan itu," Kata istrinya, "Engkau meninggal, padahal tidak ada kain untuk mengkafani jenazahmu!!"
Abu Dzar tersenyum sambil matanya menerawang jauh, seolah mengingat sesuatu. Ia berkata, "Aku ingat, junjunganku, Rasulullah SAW berkata pada sekelompok sahabat termasuk aku, 'Ada salah satu dari kalian yang meninggal di padang pasir yang liar dan terpencil, yang akan disaksikan oleh serombongan orang beriman.' Semua sahabat yang hadir di majelis tersebut telah meninggal syahid atau di hadapan kaum muslimin, kecuali aku. Nah, kalau aku telah meninggal, perhatikanlah jalan (riwayat lain, letakkan aku di sisi jalan), agar rombongan orang beriman itu melihatku. Demi Allah aku tidak bohong, dan tidak pula dibohongi (oleh Nabi SAW)…"
Ternyata benar, tidak lama setelah kewafatannya, sebuah kafilah lewat tak jauh dari tempatnya, dan kemudian membelokkan arah menuju sosok mayat yang sedang ditangisi oleh dua orang, istri dan anak Abu Dzar, berada. Sahabat Abdullah bin Mas'ud yang memimpin rombongan tersebut langsung mengenalinya sebagai Abu Dzar. Ia berurai air mata melihat keadaan sahabatnya tersebut, sambil berkata,  "Benarlah Rasulullah SAW, anda berjalan seorang diri, anda meninggal seorang diri, dan anda akan dibangkitkan pula seorang diri…"
Sebagian riwayat menyebutkan, ketika kafilah yang dipimpin Abdullah bin Mas'ud itu sampai di tempatnya, ia masih hidup dalam keadaan sakaratul maut. Ia berkata kepada mereka, "..seandainya aku dan istriku mempunyai kain, tentu aku ingin dikafani dengan kainku atau milik istriku. Tetapi aku minta dengan nama Allah, janganlah seseorang yang pernah menjabat gubernur, walikota, atau penguasa apapun yang mengafani aku!!”
Ternyata hampir semua anggota kafilah tersebut pernah memangku jabatan yang disebutkannya, kecuali satu orang sahabat Anshar. Dia  berkata, "Wahai pamanku, akulah yang tidak pernah menjabat seperti yang engkau sebutkan, aku yang akan mengafani jenazahmu dengan sorbanku dan dua bajuku yang ditenun sendiri oleh ibuku!!”
"Hanya engkau yang boleh mengafani jenazahku," Kata Abu Dzar.
Setelah Abu Dzar wafat, mereka merawat jenazahnya dan sahabat Anshar tadi yang mengafaninya. Setelah  itu mereka pulang ke Madinah dengan gembira, terutama sahabat Anshar tersebut, karena mereka telah masuk dalam bagian dari realisasi sabda Nabi SAW seperti yang disampaikan Abu Dzar. Dan kegembiraan apalagi yang lebih besar, bahwa Nabi SAW menyebut dan menjamin mereka sebagai "rombongan orang beriman."

*Ibroh yang bisa kita ambil dari perjalanan Abu Dzar*
1.kegigihan dalam mewujudkan apa yang menjadi cita-citanya, akan mengesampingkan faktor penghambat
2.sabar dalam menempuh cobaan
3.Kebenaran yang disertai keberanian, masuk nya secara benar, prosesnya benar, langkahnya benar, tidak akan muncul tanpa aqidah yang benar
4.Jangan menyembunyikan kebenaran yang diyakini, kebenaran yang bisu bukanlah kebenaran
5.Ketegasan dalam memegang prinsip akan menghasilkan pribadi yang menyokong yang benar dan meniadakan yang salah.
6.Mewujudkan kecintaannya kepada Al-haq, mengemukakan nya secara berani dan melaksanakannya secara terpuji.
7.Ketegasan prinsip tidak akan dimiliki oleh pribadi yang masih dimiliki oleh dunia & nafsunya
8.Taat & patuh kepada pimpinan yang berhak.