Laman

*9. MIQDAD BIN ‘AMR*

🌅 *Senja bersama 60 sahabat Rosululloh* 🌅

"PELOPOR BARISAN BERKUDA DAN AHLI FILSAFAT"

Ketika membicarakan dirinya, para shahabat dan teman sejawatnya berkata: “Orang yang pertama memacu kudanya dalam perang sabil ialah Miqdad ibnul Aswad”.

Miqdad termasuk dalam rombongan orang-orang yang mula pertama masuk Islam, dan orang ketujuh yang menyatakan keislamannya secara terbuka dengan terus terang, dan menanggungkan penderitaan dari amarah murka dan kekejaman Quraisy yang dihadapinya dengan kejantanan para ksatria dan keperwiraan kaum Hawari!

Perjuangannya di medan Perang Badar tetap akan jadi tugu peringatan yang selalu semarak takkan pudar. Perjuangan yang mengantarkannya kepada suatu kedudukan puncak, yang dicita dan diangan-angankan oleh seseorang untuk menjadi miliknya….

Berkatalah Abdullah bin Mas’ud :
“Saya telah menyaksikan perjuangan. Miqdad, sehingga saya lebih suka menjadi shahabatnya daripada segala isi bumi ini ….

Pada hari yang bermula dengan kesuraman itu . yakni ketika Quraisy datang dengan kekuatannya yang dahsyat, dengan semangat dan tekad yang bergelora, dengan kesombongan dan keangkuhan mereka .  Pada hari itu Kaum Muslimin masih sedikit, yang sebelumnya tak pernah mengalami peperangan untuk mempertahankan Islam, dan inilah peperangan pertama yang mereka terjuni.

Sementara Rasulullah menguji keimanan para pengikutnya dan meneliti persiapan mereka untuk menghadapi tentara musuh yang datang menyerang, baik pasukan pejalan kaki maupun angkatan berkudanya . . . , para shahabat dibawanya bermusyawarah dan mereka mengetahui bahwa jika beliau meminta buah fikiran dan pendapat mereka, maka hal itu dimaksudnya secara sungguh-sungguh. Artinya dari setiap mereka dimintanya pendirian dan pendapat yang sebenarnya, hingga bila ada di antara mereka yang berpendapat lain yang berbeda dengan pendapat umum, maka ia tak usah takut atau akan mendapat penyesalan.

Miqdad khawatir kalau ada di antara Kaum Muslimin yang terlalu berhati-hati terhadap perang. Dari itu sebelum ada yang angkat bicara, Miqdad ingin mendahului mereka, agar dengan kalimat-kalimat yang tegas dapat menyalakan semangat perjuangan dan turut mengambil bagian dalam membentuk pendapat umum.

Tetapi sebelum ia menggerakkan kedua bibirnya, Abu Bakar Shiddiq telah mulai bicara, dan baik sekali buah pembicaraannya itu, hingga hati Miqdad menjadi tenteram karenanya. Setelah itu Umar bin Khatthab menyusul bicara, dan buah pembicaraannya juga baik.

Maka tampillah Miqdad, katanya:
“Ya Rasulullah ….
Teruslah laksanakan apa yang dititahkan Allah, dan kami akan bersama anda … !

Demi Allah kami tidak akan berkata seperti yang dikatakan Bani Israil kepada Musa: Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah, sedang kami akan duduk menunggu di sini. Tetapi kami akan mengatakan kepada anda: Pergilah anda bersama Tuhan anda dan berperanglah, sementara kami ikut berjuang di samping anda … !

Demi yang telah mengutus anda membawa kebenaran! Seandainya anda membawa kami melalui lautan lumpur, kami akan berjuang bersama anda dengan tabah hingga mencapai tujuan, dan kami akan bertempur di sebelah kanan dan di sebelah kiri anda, di bagian depan dan di bagian belakang anda, sampai Allah memberi anda kemenangan … !”

Kata-katanya itu mengalir tak ubah bagai anak panah yang lepas dari busurnya. Dan wajah Rasulullah pun berseri-seri karenanya, sementara mulutnya komat-kamit mengucapkan do’a yang baik untuk Miqdad. Serta dari kata-kata tegas yang dilepasnya itu mengalirlah semangat kepahlawanan dalam kumpulan yang baik dari orang-orang beriman, bahkan dengan kekuatan dan ketegasannya, kata-kata itu pun menjadi contoh teladan bagi siapa yang ingin bicara, menjadi semboyan dalam perjuangan … !

Maka hati Rasulullah pun penuhlah dengan kegembiraan, lalu sabdanya kepada shahabat-shahabatnya:  “Berangkatlah dan besarkanlah hati kalian …

Dan kedua pasukan pun berhadapanlah ….

Anggota pasukan Islam yang berkuda ketika itu jumlahnya tidak lebih dari tiga orang, yaitu Miqdad bin ‘Amr, Martsad bin Abi Martsad dan Zubair bin Awwam; sementara pejuang-pejuang lainnya terdiri atas pasukan pejalan kaki atau pengendara-pengendara unta.

Ucapan Miqdad yang kita kemukakan tadi, tidak saja menggambarkan keperwiraannya semata, tetapi juga melukiskan logikanya yang tepat dan pemikirannya yang dalam ….

Demikianlah sifat Miqdad ….
la adalah seorang filosof dan ahli fikir. Hikmat dan filsafatnya tidak saja terkesan pada ucapan semata, tapi terutama pada prinsip-prinsip hidup yang kukuh dan perjalanan hidup yang teguh tulus dan lurus, sementara pengalaman-pengalamannya menjadi sumber bagi pemikiran dan penunjang bagi filsafat itu.

Pada suatu hari ia diangkat oleh Rasulullah sebagai amir di suatu daerah. Tatkala ia kembali dari tugasnya, Nabi sertanya:
“Bagaimanakah pendapatmu menjadi amir?”

Maka dengan penuh kejujuran dijawabnya: “Anda telah menjadikan daku menganggap diri di atas semua manusia sedang mereka semua di bawahku …. Demi yang telah mengutus anda membawa kebenaran, semenjak saat ini saya tak berkeinginan menjadi pemimpin sekalipun untuk dua orang untuk selama-lamanya … ! “

Nah, jika ini bukan suatu filsafat, maka apakah lagi yang dikatakan filsafat itu . . .?

Dan jika orang ini bukan seorang filosof, maka siapakah lagi yang disebut filosof … ?

seorang laki-laki yang tak hendak tertipu oleh dirinya, tak hendak terpedaya oleh kelemahannya … !

Dipegangnya jabatan sebagai amir, hingga dirinya diliputi oleh kemegahan dan puji-pujian. Kelemahan ini disadarinya hingga ia bersumpah akan menghindarinya dan menolak untuk menjadi amir lagi setelah pengalaman pahit itu. Kemudian ternyata bahwa ia menepati janji dan sumpahnya itu, hingga semenjak itu ia tak pernah mau menerima jabatan amir …. !

Miqdad selalu mendendangkan Hadits yang didengarnya dari ‘Rasulullah saw., yakni:
Orang yang berbahagia, ialah  orang yang dijauhkan dari fitnah … !”

Oleh karena jabatan sebagai amir itu dianggapnya suatu kemegahan yang menimbulkan atau hampir menimbulkan fitnah bagi dirinya, maka syarat untuk mencapai kebahagiaan baginya,  ialah menjauhinya. Di antara madhhar atau manifestasi filsafatnya ialah tidak

Tidak tergesa-gesa dan sangat hati-hati menjatuhkan putusan atas seseorang. Dan ini juga dipelajarinya dari Rasulullah saw. Yang telah menyampaikan kepada ummatnya: “bahwa hati manusia lebih cepat berputarnya daripada isi periuk di kala menggelegak …. “.

Miqdad sering menangguhkan penilaian terakhir terhadap seseorang sampai dekat saat kematian mereka. Tujuannya ialah agar orang yang akan dinilainya tidak beroleh atau mengalami hal yang baru lagi . . . . Perubahan atau hal baru apakah lagi setelah maut?

Demikianlah pandangan Miqdad, memancarkan hikmah dan filsafat . . . . Dan seperti demikian pula pada setiap tindakan, pengalaman dan ucapannya, ia adalah seorang filosof dan pemikir ulung ….

Kecintaan Miqdad kepada Islam tidak terkira besarnya . . . .
Dan cinta, bila ia tumbuh dan membesar Serta didampingi oleh hikmat, maka akan menjadikan pemiliknya manusia tinggi, yang tidak merasa puas hanya dengan kecintaan belaka, tapi dengan menunaikan kewajiban dan memikul tanggung jawabnya….

Dan Miqdad bin ‘Amr dari tipe manusia seperti ini . . . . Kecintaannya kepada Rasulullah menyebabkan hati dan ingatannya dipenuhi rasa tanggung jawab terhadap keselamatan yang dicintainya, hingga setiap ada kehebohan di Madinah, dengan secepat kilat Miqdad telah berada di ambang pintu rumah Rasulullah menunggang kudanya, sambil menghunus pedang atau lembingnya … !

Sedang kecintaannya kepada Islam menyebabkannya bertanggung jawab terhadap keamanannya, tidak saja dari tipu daya musuh-musuhnya, tetapi juga dari kekeliruan kawan-kawannya sendiri ….

Penciuman Miqdad yang tajam mengenai gentingnya suasana, dan keagungan Agama yang telah memberikan kepada mereka kebesaran ini, hingga katanya seakan-akan berdendang:
“Biar saya mati, asal Islam tetap jaya … ! “

Memang, itulah yang menjadi cita-citanya, yaitu kejayaan Islam walau harus dibalas dengan nyawa sekalipun. Dan dengan keteguhan hati yang mena’jubkan ia berjuang bersama kawankawannya untuk mewujudkan cita-cita tersebut, hingga selayaknyalah ia beroleh kehormatan dari Rasulullah saw. menerima ucapan berikut:
“Sungguh, Allah telah menyuruhku untuk mencintaimu, dan menyampaikan pesan-Nya padaku bahwa la mencintaimu “.

Ya Allah bangkitkanlah dari antara kami dan anak cucu kami Miqdad-miqdad pahlawan, pejuang dan pembela Agama-Mu

*Ibroh yang bisa kita ambil dari perjalanan Miqdad Bin ‘Amr :*
1. Dalam memperjuangkan tegaknya Dien islam setiap diri wajib memiliki semangat yang kuat, karena itulah bahan bakar perjuangan, semangat yg tak hanya terpendam dalam hati tetapi sampai terwujud dalam ucapan dan tindakan. Hingga dampaknya bukan hanya membangkitkan semangat beramal sholeh dalam diri saja, melainkan terbangkitkannya juga semangat beramal sholeh dalam barisannya.

2. Keimanan yang kuat di topang dengan semangat yang berkobar melahirkan keberanian dan semangat rela berkorban dalam berjuang menegakan kalimat Alloh dimuka bumi tanpa ada rasa gentar sedikitpun.

3. Aqidah yang menghujam, Hati yang bersih dan fikiran yang jernih akan melahirkan langkah-langkah yang bijaksana, setiap kebijakannya akan melahirkan kebajikan. Dia akan mengenal Robb Nya, mengenal dirinya, mengenal kelebihan dan kelemahannya sehingga dalam langkahnya akan senantiasa proporsional, tidak tergesa2 dan berhati-hati dalam mengambil keputusan, jangan sampai keluar dari orientasi Alloh minded, Rosul Minded, Dien Islam Minded

4. Kecintaan kepada Alloh, RosulNya dan Dien Islam yang sangat besar melahirkan pribadi2 yang memiliki cita2 tinggi, yakni tegaknya aturan Alloh, Rosullnya dan Dien Islam dimuka bumi, yang pada langkahnya tidak hanya sebatas ungkapan kata2 belaka tetapi lebih jauh lagi mampu melahirkan tanggung jawab untuk membela, memperjuangkan, melindungi bahkan rela mengorbankan dirinya untuk kejayaan dan kemulyaan apa2 yang dicita2kannya.

Semoga kita termasuk orang yang mampu mengambil pelajaran dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari2. Aamiin Yaa Rabbal’Alamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar