Laman

*02. SALMAN AL FARISI*

Semalam bersama 60 sahabat Rosul

Dia adalah seorang berkebangsaan persia, Bapaknya seorang bupati, dan dia sangat disayangi oleh bapaknya.

Dia seorang yang tinggi jangkung dan berambut lebat, seorang yang cerdas, mempunyai pengalaman luas tentang teknik dan sarana perang, begitu pun tentang siasat dan liku-likunya.

Dia seorang penganut agama nenek moyang yang diturunkan dari orang tuanya yang dikemudian hari tampil menjadi seorang yang rela meninggalkan kekayaan berlimpah dari orang tuanya dan menjatuhkan dirinya ke dalam lembah kemiskinan demi kebebasan fikiran dan jiwanya di bawah cahaya dien islam.

Dengan proses pencarian kebenaran yang panjang, mulai dari meninggalkan agama nenek moyangnya bangsa Persi, masuk ke dalam agama Nashrani, dari satu pendeta kepada pendeta yang lain sampai menemukan muara akhir pencarian yaitu dien Islam. Betapa ia dijual di pasar budak dalam mencari kebenaran itu, demi berjumpa dengan Rasulullah dan menyampaikan iman kepadanya setelah mengenal dari ciri ciri kenabian. Sebagaimana yang disampaikan pendeta terakhirnya “Anakku! Tak seorang pun yang kukenal serupa dengan kita keadaannya dan dapat kupercayakan engkau padanya. Tetapi sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan seorang Nabi yang mengikuti agama Ibrahim secara murni. Ia nanti akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bidang tanah berbatu-batu hitam. Seandainya kamu dapat pergi ke sana, temuilah dia! Ia mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang: ia tidak mau makan shadaqah, sebaliknya bersedia menerima hadiah dan di pundaknya ada cap kenabian yang bila kau melihatnya, segeralah kau mengenalinya”.

Setelah islam memenuhi relung jiwanya, Ali bin Abi Thalib menggelari Salman dengan “Luqmanul Hakim”. Dan sewaktu ditanya mengenai Salman, yang ketika itu telah wafat, maka jawabnya:
“Ia adalah seorang yang datang dari kami dan kembali kepada kami Ahlul Bait. Siapa pula di antara kalian yang akan dapat menyamai Luqmanul Hakim. Ia telah beroleh ilmu yang pertama begitu pula ilmu yang terakhir. Dan telah dibacanya kitab yang pertama dan juga kitab yang terakhir. Tak ubahnya ia bagai lautan yang airnya tak pernah kering”.

Mari kita tengok bagaimana kehidupan seorang putera Persi, suatu negeri yang terkenal dengan kemewahan dan kesenangan serta hidup boros, sedang ia bukan dari golongan miskin atau bawahan, tapi dari golongan berpunya dan kelas tinggi. Kenapa is sekarang menolak harta, kekayaan dan kesenangan; bertahan dengan kehidupan bersahaja, tiada lebih dari satu dirham tiap harinya, yang diperoleh dari hasil jerih payahnya sendiri … ?

Kenapa ditolaknya pangkat dan tak bersedia menerimanya? Katanya: “Seandainya kamu masih mampu makan tanah — asal tak membawahi dua orang manusia. —, maka lakukanlah!” Kenapa ia menolak pangkat dan jabatan, kecuali jika mengepalai sepasukan tentara yang pergi menuju medan perang? Atau dalam suasana tiada seorang pun yang mampu memikul tanggung jawab kecuali dia, hingga terpaksa ia melakukannya dengan hati murung dan jiwa merintih? Lalu kenapa ketika memegang jabatan yang mesti dipikulnya, ia tidak mau menerima tunjangan yang diberikan padanya secara. halal?

Diriwayatkan oleh Hisyam bin Hisan dari Hasan: “Tunjangan Salman sebanyak lima ribu setahun, (gambaran kesederhanaannya) ketika ia berpidato di hadapan tigapuluh ribu orang separuh baju luarnya (aba’ah) dijadikan alas duduknya dan separoh lagimenutupi badannya. Jika tunjangan keluar, maka dibagi- bagikannya sampai habis, sedang untuk nafqahnya dari hasil usaha kedua tangannya”.

Pada hari-hari ia bertugas sebagai Amir atau kepala daerah di Madain, keadaannya tak sedikit pun berubah. sebagai telah kita ketahui, ia menolak untuk menerima gaji sebagai amir, satu dirham sekalipun. Ia tetap mengambil nafkahnya dari hasil menganyam daun kurma, sedang pakaiannya tidak lebih dari sehelai baju luar, dalam kesederhanaan dan kesahajaannya tak berbeda dengan baju usangnya.

Pada suatu hari, ketika sedang berjalan di suatu jalan raya, ia didatangi seorang laki-laki dari Syria yang membawa sepikul buah tin dan kurma. Rupanya beban itu amat berat, hingga melelahkannya. Demi dilihat olehnya seorang laki-laki yang tampak sebagai orang biasa dan dari golongan tak berpunya, terpikirlah hendak menyuruh laki-laki itu membawa buah-buahan dengan diberi imbalan atas jerih payahnya bila telah sampai ke tempat tujuan. Ia memberi isyarat supaya datang kepadanya, dan Salman menurut dengan patuh. “Tolong bawakan barangku ini!”, kata orang dari Syria itu. Maka barang itu pun dipikullah oleh Salman, lalu berdua mereka berjalan bersama-sama.

Di tengah perjalanan mereka berpapasan dengan satu rombongan. Salman memberi salam kepada mereka, yang dijawabnya sambil berhenti: “Juga kepada amir, kami ucapkan salam”. “Juga kepada amir?” Amir mana yang mereka maksudkan?” tanya orang Syria itu dalam hati. Keheranannya kian bertambah ketika dilihatnya sebagian dari anggota rombongan segera menuju beban yang dipikul oleh Salman dengan maksud hendak menggantikannya, kata mereka: “Berikanlah kepada kami wahai amir!”

Sekarang mengertilah orang Syria itu bahwa kulinya tiada lain Salman al-Farisi, amir dari kota Madain. Orang itu pun menjadi gugup, kata-kata penyesalan dan permintaan maaf bagai mengalir dari bibirnya. Ia mendekat hendak menarik beban itu dari tangannya, tetapi Salman menolak, dan berkata sambil menggelengkan kepala: “Tidak, sebelum kuantarkan sampai ke rurnahmu! “

Suatu ketika Salman pernah ditanyai orang: Apa sebabnya anda tidak menyukai jabatan sebagai amir? Jawabnya: “Karena manis waktu memegangnya tapi pahit waktu melepaskannya!”

Subhanalloh…

*Ibroh yang bisa kita ambil dari perjalanan Salman*

1.      Kegigihan yang dimiliki untuk menemukan kebenaran, tak kenal lelah

2.      Kerelaan diri untuk meninggalkan segala kenikmatan dunia untuk mendapatkan kenikmatan akhirat

3.      Kemampuan yang dimilikinya selama masa jahiliah tidak disia siakan, tapi dialihkan untuk mensukseskan program dan memenangkan dien islam

4.      Kemauan yang tinggi untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri menjadikan pribadi salman mendapatkan posisi terbaik dimata Alloh dan rosul serta orang beriman

5.      Ketakutan yang dimiliki salman ketika mendapatkan amanah tidak menjadikan dirinyadirinya menolak amanah itu tapi justru menjadikan  terjaga untuk memelihara amanah itu
pertanggungjawaban
6.      Keyakinan akan beratnya sebuah  menjadikan dirinya hidup bersahaja dan memelihara diri dari kecintaan terhadap dunia

7. Kepemimpinan yang dimiliki begitu dekat dengan rakyat, tidak silau dengan jabatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar