Laman

Sa'id Bin Amir

*PEMILIK KEBESARAN DI BALIK KESEDERHANAAN*

Aslmkm wr wb...di malam yg cerah ini mari kita mengenal salah satu sahabat Rosululloh....

Ia adalah salah seorang shahabat Rasulullah yang utama, walaupun namanya tidak seharum nama mereka yang telah terkenal. Ia adalah salah seorang yang taqwa dan tak hendak menonjolkan diri..

Mungkin ada baiknya kita kemukakan di sini bahwa *ia tak pernah absen dalam semua perjuangan dan jihad yang dihadapi Rasulullah saw*

Sa’id memasuki Din Islam tidak lama sebelum pembebasan Khaibar. Dan semenjak itu ia memeluk Islam dan berbai’at kepada Rosululloh saw.

Mata kita akan melihat salah seorang anggota regu tentara dengan tubuh berdebu dan berambut yang kusut masai, yang baik pakaian maupun bentuk lahirnya tak sedikit pun bedanya dengan golongan miskin lainnya dari Kaum Muslimin …

Seandainya yang kita jadikan ukuran itu pakaian dan rupa lahir, maka takkan kita jumpai petunjuk yang akan menyatakan siapa sebenarnya ia.

Berikut penggalan kisah Sa'id Bin Amir

Ketika Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab memecat Mu’awiyah dari jabatannya sebagai kepala daerah di Syria, ia mencari seseorang yang akan menjadi penggantinya.

Syria merupakan pusat perdagangan yang penting dan tempat yang cocok untuk bersenang-senang.. merupakan suatu negeri yang penuh godaan.

Maka menurut pendapat Umar, tidak ada yang cocok untuk negeri itu kecuali seorang suci yang tidak dapat diperdayakan syetan manapun . . . , seorang zahid yang gemar beribadat, yang tunduk dan patuh serta melindungkan diri kepada Allah ….

Lalu diwarkanlah jabatan sebagai wali kota Homs. Tetapi Sa’id menyatakan keberatannya, katanya: “Janganlah saya dihadapkan kepada fitnah, wahai Amirul Mu’minin … ! ”

Dengan nada keras Umar menjawab: “Tidak, demi Allah saya tak hendak melepaskan anda! Apakah tuan-tuan hendak membebankan amanat dan khilafah di atas pundakku lalu tuan-tuan meninggalkan daku . ”

Dalam sekejap saat, Sa’id dapat diyakinkan.

Akhirnya Sa’id berangkat ke Homs. Ikut bersamanya isterinya;  dan sebetulnya kedua mereka adalah pengantin baru.

*Zuhud*

Mereka dibekali Umar secukupnya,  sang isteri bermaksud menggunakan haknya sebagai isteri untuk memanfaatkan harta yang telah diberikan Umar. Diusulkannya kepada suaminya untuk membeli pakaian yang layak dan perlengkapan rumah tangga, lalu menyimpan sisanya.

Jawab Sa’id kepada isterinya: “Maukah kamu saya tunjukkan yang lebih baik dari rencanamu itu? Kita berada di suatu negeri yang amat pesat perdagangannya dan laris barang jualannya. Maka lebih baik kita serahkan harta ini kepada seseorang yang akan mengambilnya sebagai modal dan akan memperkembangkannya …

“Bagaimana jika perdagangannya rugi?” tanya isterinya. “Saya akan sediakan borg atau jaminan”, ujar Sa’id. “Baiklah kalau begitu” kata isterinya pula. Kemudian Sa’id pergi ke luar, lalu membeli sebagian keperluan hidup dari jenis yang amat bersahaja, dan sisanya — yang tentu masih banyak itu — dibagi-bagikannya kepada faqir miskin dan orang-orang membutuhkan.

Pada suatu hari isterinya memajukan pertanyaan serupa mengenai keuntungan dari perniagaannya.... Maka disampaikannya bahwa harta itu telah disedeqahkannya dari semula.

Wanita itu pun menangis dan menyesali dirinya karena harta itu tak ada manfaatnya sedikit pun, karena tidak jadi dibelikan untuk keperluan hidup dirinya, dan sekarang tak sedikit pun tinggal sisanya ….

“Saya mempunyai kawan-kawan yang telah lebih dulu menemui Allah . . . dan saya tak ingin menyimpang dari jalan mereka, walau ditebus dengan dunia dan segala isinya

“Bukankah kamu tahu bahwa di dalam surga itu banyak terdapat gadis-gadis cantik yang bermata jeli, hingga andainya seorang saja di antara mereka menampakkan wajahnya di muka bumi, maka akan terang-benderanglah seluruhnya, dan tentulah cahayanya akan mengalahkan sinar matahari dan bulan …

Maka mengurbankan dirimu demi untuk mendapathan mereka, tentu lebih wajar dan lebih utama daripada mengurbankan mereka demi karena dirimu … “

Isterinya diam dan maklum bahwa tak ada yang lebih utama dan mengendalikan diri untuk mencontoh sifat zuhud dan ke taqwaannya …

*Kepemipinan*

Pada suatu hari Umar menyampaikan berita kepada Said: “Orang-orang Syria mencintaimu . . .!” “Mungkin sebabnya karena saya suka menolong dan membantu mereka”, ujar Said.

Namun sebagaimana juga cintanya warga kota Homs terhadap Said, adanya keluhan dan pengaduan tak dapat dielakkan . . .

Suatu ketika, tatkala Amirul Mu’minin Umar berkunjung ke Homs, ditanyakannya kepada penduduk yang sedang  berkumpul lengkap: “Bagaimana pendapat kalian tentang Sa’id . . . ?” Sebagian hadirin tampil ke depan mengadukannya.

“Ada empat hal yang hendak kami kemukakan:

*1. la baru keluar mendapatkan kami setelah tinggi hari...*
*2.Tak hendak melayani seseorang di waktu malam hari*
*3. Setiap bulan ada dua hari di mana ia tak hendak keluar mendapatkan kami hingga kami tak dapat menemuinya….*
*4. Dan ada satu lagi yang sebetulnya bukan merupakan kesalahannya tapi mengganggu kami, yaitu bahwa sewaktu-waktu ia jatuh pingsan . . .”*

Umar tunduk sebentar dan berbisik memohon kepada Alloh, katanya: “Ya Allah, hamba tahu bahwa ia adalah hamba-Mu terbaik, maka hamba harap firasat hamba terhadap dirinya tidak meleset “.

Lalu Said dipersilahkan untuk membela dirinya, ia berkata:
“Mengenai tuduhan mereka bahwa saya tak hendak keluar sebelum tinggi hari, maka demi Allah, sebetulnya saya tak hendak menyebutkannya, . . .

1. Keluarga kami tak punya khadam atau pelayan, maka sayalah yang mengaduk tepung dan membiarkannya sampai mengeram, lalu saya membuat roti dan kemudian wudlu untuk shalat dluha. Setelah itu barulah saya keluar mendapatkan mereka … ”

Wajah Umar berseri-seri, dan katanya: “Alhamdulillah …. dan mengenai yang kedua?”

2. “Adapun tuduhan mereka bahwa saya tak mau melayani mereka di waktu malam . . . , maka demi Allah saya benci menyebutkan sebabnya .. .! Saya telah menyediakan Siang hari bagi mereka, dan malam hari bagi Allah Ta’ala . . . !

3. Saya tak punya khadam yang akan mencuci pakaian, sedang pakaianku tidak pula banyak untuk dipergantikan. Jadi terpaksalah saya mencucinya dan menunggu sampai kering, hingga baru dapat keluar di waktu petang …

4.  Sebabnya karena ketika di Mekah dulu saya telah menyaksikan jatuh tersungkurnya Khubaib al-Anshari. Dagingnya dipotong-potong oleh orang Quraisy dan mereka bawa ia dengan tandu sambil mereka menanyakan kepadanya: “Maukah tempatmu ini diisi oleh Muhammad sebagai gantimu, sedang kamu berada dalam keadaan sehat wal ‘afiat .. .?

Jawab Khubaib: Demi Alloh, saya tak ingin berada dalam lingkungan anak isteriku diliputi oleh keselamatan dan kesenangan dunia, sementara Rasulullah ditimpa bencana, walau oleh hanya tusukan duri sekalipun…

Maka setiap terkenang akan peristiwa yang saya saksikan itu, dan ketika itu saya masih dalam keadaan musyrik, lalu teringat bahwa saya berpangku tangan dan tak hendak mengulurkan pertolongan kepada Khubaib, tubuh saya pun gemetar karena takut akan siksa Alloh, hingga ditimpa penyakit yang mereka katakan itu . . . “

Tidak ada komentar:

Posting Komentar